Dekan FIB Unud Buka 'Cultural Studies Week 2024' dengan Webinar Politik Film Dokumenter Lingkungan di Indonesia

`

A/Prof. Edwin Jurriens.


Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana membuka Pekan Kajian Budaya - Cultural Studies Week 2024, Senin, 8 Juli 2024 secara daring. Acara Cultural Studies Week 2024 dilaksanakan untuk peringatan HUT ke-21 Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Unud.

 

Acara pembukaan dirangkaikan dengan webinar perdana bertopik "The Politics of the Environment in Indonesia Documentary Film" yang dibawakan oleh A/Prof. Edwin Jurriëns, Deputy Associate Dean International-Indonesia and Associate Professor in Indonesian Studies at the Asia Institute, Faculty of Arts, The University of Melbourne.



 


Webinar yang dipandu moderator IGA Andani Pertiwi (mahasiswa S3 Kajian Budaya), diikuti 47 peserta, dari kalangan mahasiswa, dosen, alumni, dan peminat berbagai kampus di Indonesia.

 

Dalam sambutannya, Dekan FIB Unud, I Nyoman Aryawibawa, M.A., Ph.D. menyambut baik dilaksanakan Pekan Kajian Budaya oleh Prodi Doktor Kajian Budaya FIB. Selain untuk merayakan HUT, tentu saja acara ini untuk meningkatkan suasana akademik kampus.




Dekan FIB Unud I Nyoman Aryawibawa, M.A., Ph.D. (kiri) 


"Prodi memang dapur dari aktivitas akademik kampus yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan untuk mendukung kualitas pendidikan," ujar Aryawibawa, Ph.D.

 

Menurut Dekan Aryawibawa, PhD., masalah lingkungan yang dibahas secara kritis lewat film dokumenter ini tidak saja penting diketahui bersama karena manfaat akademiknya, tetapi juga karena banyak isu lingkungan yang muncul sebagai isu universal, seperti masalah global warming dan masalah sampah.



Moderator, Andani Pertiwi.


Korprodi S3 Kajian Budaya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan akademik Pekan Kajian Budaya ini merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan serangkaian HUT Prodi, sebelumnya adalah tahun 2022 dan 2023,

 

Kegiatan akademik Cultural Studies Week 2024 merupakan hasil gotong royong bersama mahasiswa, alumni, dosen dan staf, serta mendapat dukungan Asosiasi Kajian Budaya Indonesia (AKBI).

 

Dalam presentasinya, A/Prof. Edwin Jurriëns memaparkan perkembangan film dokumenter tentang lingkungan di Indonesia dewasa ini, tokoh pemeran, sutradara, dan sambutan penonton. Menurut penulis buku The Art of Environmental Activism in Indonesia: Shifting Horizons (Routledge, 2023) dan Visual Media in Indonesia: Video Vanguard (Routledge, 2017) itu, film dokumenter tentang lingkungan di Indonesia banyak mengungkapkan kepedulian sosial, seperti fildok "Samin Vs Semen", "Semesta", dan "Sexy Killer". 



 

Film dokumenter tentang lingkungan banyak yang mendapat 'award' (hadiah) di berbagai ajang festival internasional, banyak ditonton, dan ditayangkan di Youtube dan kanal digital lainnya sehingga film tersebut selalu menjadi bagian dari realitas dewasa ini.

 

Dalam diskusi, banyak pertanyaan diajukan, antara lain oleh Yoga Kharisma Pradana, Ida Ayu tari Puspa, Diah Permana Tirtawati, dan Darma Putra. Pertanyaan mereka berkaitan dengan isu lingkungan di Indonesia dan Bali kaitannya dengan Tri Hita Karana dan pentingnya pendidikan untuk penanaman kesadaran pentingnya lingkungan lestari pada anak-anak dan generasi muda. 




Darma Putra menanyakan apakah istilah 'film dokumenter' masih tepat digunakan mengingat, selama ini istilah 'dokumenter' berkonotasi bahwa film dibuat hanya untuk dijadikan dokumen, sebagai arsip, untuk disimpan. 

 

"Padahal, film dokumenter sama saja dengan film komersial lainnya yang banyak ditonton, mengungkapkan tema penting, pemainnya bintang film ternama atau selebritis, apakah masih tepat disebut 'film dokumenter'," tanya Darma Putra.

 

Edwin membenarkan bahwa 'film dokumenter' memiliki kesan elitis, terbatas, dibuat seolah hanya untuk festival. 



 

"Tapi, saya tetap lebih suka menggunakan istilah 'dokumenter' sebagai genre film ini hanya saja maknanya perlu diberikan definisi yang lebih luas karena kenyataan bahwa sifat dan kualitas film dokumenter  berkembang seperti bisa ditonton jauh di luar festival, misalnya di Youtube dan Spotify," ujar Edwin yang fasih berbahasa Indonesia.


Acara hari kedua, Selasa, 9 Juli 2024, Cultural Studies Week diisi dengan sharing dari alumni Pdt. Dr. Saortua Marbun, tentang rahasia menulis buku cultural studies untuk publikasi internasional (*)