Gandrung dan Perlawanan Perempuan dalam Novel Jepang dan Bali Dibahas dalam Seminar Nasional Kajian Budaya Seri Ke-7

Denpasar, 23 Mei 2025 — Seminar Nasional Mahasiswa Kajian Budaya Seri ke-7 yang diselenggarakan oleh Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sukses digelar secara daring pada Jumat, 23 Mei 2025.

Acara ini mengangkat tema besar “Narasi Budaya” dengan dua topik utama: “Resistensi Perempuan terhadap Ideologi Patriarki dalam Teks Sastrawan Jepang dan Bali” dan “Gandrung Banyuwangi sebagai Media Komunikasi Politik.”




Seminar yang dimulai pukul 14.00 WITA ini dibuka secara resmi oleh Dra. S.K. Habsari, M. Hum., Ph.D., Koordinator Program Studi S3 Kajian Budaya UNS. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa kajian budaya berperan penting dalam membuka ruang interpretasi baru terhadap relasi kuasa dalam masyarakat.


Uraian Narasumber


Sebagai narasumber pertama, I Gusti Ayu Andani Pertiwi memaparkan analisis perbandingan atas karya sastra Jepang dan Bali dalam merespons dominasi patriarki. Ia menunjukkan bahwa resistensi perempuan tak selalu eksplisit, tetapi juga berlangsung secara simbolik dan halus.




“Perlawanan perempuan dalam teks sastra Bali sering kali hadir dalam bentuk diam yang penuh makna. Mereka tidak berteriak, tetapi melawan lewat pilihan hidup yang menyimpang dari norma adat,” ujar Andani.


Sesi kedua diisi oleh Mahfud, mahasiswa S3 Kajian Budaya dari UNS, yang memaparkan hasil penelitiannya mengenai penggunaan pertunjukan Gandrung Banyuwangi dalam kampanye politik. Berdasarkan studi kasus yang melibatkan politisi lokal hingga nasional, ia menjelaskan bahwa Gandrung bukan hanya seni hiburan, tetapi juga alat komunikasi politik yang kuat.




“Tarian Gandrung mampu menciptakan kedekatan emosional antara politisi dan masyarakat. Pesan politik disampaikan lewat gerak, warna, dan simbol budaya yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Banyuwangi,” kata Mahfud.


Seminar berdurasi dua jam ini diikuti oleh sekitar 75 peserta, terdiri dari mahasiswa, dosen, dan peminat budaya dari berbagai daerah di Jawa dan Bali, serta satu peserta dari Korea Selatan.


Diskusi berlangsung dinamis. Banyak pertanyaan kritis dari peserta yang dijawab secara reflektif oleh kedua narasumber. Topik seputar posisi perempuan dalam sistem adat, makna simbolik Gandrung, hingga strategi seni dalam kampanye politik menjadi bahasan utama.




Acara ini dimoderatori oleh Putu Titah Kawitri Resen dan ditutup secara resmi oleh Prof. I Nyoman Darma Putra, Ph.D., Koordinator Program Doktor Kajian Budaya Unud. Dalam penutupannya, beliau menyampaikan presentasi narasumber bagus sekali.


"Materi yang disampaikan sangat bermanfaat dan mencerahkan tidak saja tentang novel Jepang dan Bali serta tentang perkembangan Gandrung di Banyuwangi, tetapi juga sebagai contoh tentang Cultural Studies sebagai studi budaya yang tidak semata berfokus pada estetika tetapi lebih pada politik dan ideologi," ujar Prof. Darma.


Ramainya peserta seminar Narasi ini membuktikan bahwa kegiatan ilmiah ini dirasakan manfaatnya bagi dosen dan mahasiswa, khususnya yang tertarik belajar Kajian Budaya (*)