Gelar Pengabdian kepada Masyarakat, Prodi Doktor Kajian Budaya Dimohon Menulis Buku Warisan Budaya dan Sejarah Desa Bedha Kabupaten Tabanan

`


Prof. Weda Kusuma menyerahkan kenangan kepada Jero Bendesa Ir. I Nyoman Surata usai acara pengabdian (Foto Darma Putra).


Prodi Doktor Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana menggelar program Pengabdian kepada Masyarakat di Desa Bedha, Kabupaten Tabanan, Minggu, 5 Maret 2023.


Dalam dialog, pihak Desa Bedha memohon kesediaan Prodi Kajian Budaya FIB Unud untuk menulis buku sejarah warisan budaya dan perkembangan desa adat Bedha, yang akan ditindaklanjuti dengan nota kesepakatan (moU).



Jero Bendesa Ir. I Nyoman Surata.


Acara yang diikuti sekitar 75 peserta itu, berlangsung di dua lokasi, yaitu di Pura Puseh desa Bedha dan di Wantilan Desa, tak jauh dari lokasi pura. 



Peserta kegiatan pengabdian. 

 

Hadir pada saat acara tersebut adalah Bendesa Adat Desa Bedha, Ir. I Nyoman Surata, pengurus (prajuru) desa adat, pemangku, Korprodi S3 Kajian Budaya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., para dosen, dan mahasiswa, serta anggota organisasi pemuda (yowana) Desa Bedha.



Korprodi Prof. I Nyoman Darma Putra menghaturkan punia usai persembahyangan.



Tutur Telusur


Kegiatan pengabdian dikemas dengan tema “Tutur Telusur Warisan Budaya di Desa Bedha Kabupaten Tabanan”. 


Tema ini diambil karena Desa Bedha memiliki sejarah penting berkaitan dengan sosok Kebo Iwa, Mahapatih zaman Kerajaan Bali Kuno. 


Desa Bedha adalah benteng (bedha artinya ‘benteng’) Bali yang pernah dijaga Kebo Iwo dengan 800 anggota pasukan. Menurut legenda, anggota pasukan itu tidur di bale sepanjang 500 meter, posisinya dari Pura Puseh sampai melewati sungai ke arah Barat.



Peserta kegiatan pengabdian usah persembahyangan.



Selain di halaman Pura Puseh, patung Kebo Iwa juga dipasang di sebelah Barat Pura Puseh, dengan ukuran tinggi patung 9,45 m diameter 2 meter. Patung yang menjulang 21,45 meter dari permukaan tanah dipasang menghadap ke selatan arah Uluwatu dan tangan menunjuk ke Barat arah Majapahit.


Acara pengabdian diawali dengan persembahyangan bersama dan mareresik (bersih-bersih) di Pura Puseh Desa Bedha. Usai persembahyangan, Korprodi menyerahkan punia yang dikumpulkan oleh mahasiswa dan diterima oleh Jero Bendesa Nyoman Surata, pensiunan dosen Fakultas Teknik Unud.

 

Diskusi Sejarah dan Budaya

 

Dalam acara diskusi, Bendesa Ir. I Nyoman Surata menjelaskan sejarah Desa Bedha dan perkembangannya dewasa ini.


Kemajuan pembangunan LPD dan krematorium menjadi salah satu sumber pendapatan desa sehingga warga tidak perlu membayar iuran apa pun untuk pelaksanaan upacara di desa (odalan).



Suasana diskusi.


“Dengan hasil yang ada, Desa Adat bisa memberikan bantuan sampai Rp25 juta per banjar setiap tahun,” ujar Jero Bendesa I Nyoman Surata.


Desa Adat Bedha terdiri dari 38 banjar adat dan mereka mendapat giliran melaksanakan piodalan setiap 13 tahun sekali. Desa Bedha juga mendapat bantuan-bantuan dari tokoh masyarakat dan pemerintah, termasuk biaya pembuatan patung Kebo Iwa di Barat pura yang dipasang tahun 2020.



Ida Bagus Prajna Yogi



Ke depan, Desa Bedha yang memiliki potensi warisan budaya dan sejarah yang unik, akan dikembangkan sebagai Budaya Desa Adat yang menjadi daya tarik wisata. Desa ini terletak tidak jauh dari desa wisata Bongan dan daya tarik wisata Pantai Yeh Gangga.


Menulis Buku


Jero Bendesa Ir. I Nyoman Surata dan Ketua Bagian Pawongan (sosial) I Nyoman Arnaya menyampaikan keinginan desa untuk menulis buku sejarah desa yang disusun dengan kajian budaya dan sejarah secara ilmiah.


“Agar ada bahan yang dapat kami teruskan kepada generasi muda kami. Selama ini, sejarah desa hanya berdasarkan tradisi lisan, nanti kalau Prodi Doktor Kajian Budaya bisa membantu kami menulis buku, akan sangat baik, sebagai kelanjutan dari pengabdian ini,” ujar Nyoman Arnaya.



Putu Gede Sridana


Korprodi Kajian Budaya Unud Prof. Darma Putra menyambut baik rencana kerja sama untuk penulisan buku budaya dan sejarah Desa Bedha. Ide baik ini akan ditindaklanjuti dengan membuat kesepakatan (MoU).


Diskusi tentang budaya dan sejarah Bedha dikaitkan dengan sososk mahapatih Kebo Iwa berlangsung menarik, dengan berbagai pendapat dan pandangan yang diberikan oleh mahasiswa dan dosen, termasuk Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Ida Bagus Prajna Yogi, Anak Agung Dalem, Putu Gde Sridana yang masing-masing menyampaikan topik perjalanan Kebo Iwa di daerah Blahbatuh Gianyar, sejarah Bedha, dan topik tantangan desa adat dalam menghadapi perubahan dan regulasi.



Anak Agung Gede Agung Dalem.


Acara pengabdian yang diketuai oleh Ida Bagus Gede Paramitha dipandu oleh mahasiswa S3 Kajian Budaya sekaligus Kepala BKKN Provinsi Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, yang juga membekali para generasi muda Bedha dengan pengetahuan tentang kesehatan sistem reproduksi yang sangat penting bagi remaja yang akan memasuki masa membangun rumah tangga.


Acara diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan dari Prodi Kajian Budaya yang dilakukan Prof. Weda Kusuma kepada Jero Bendesa Desa Adat Bedha (dp)