Kabar Alumni, Dr. Drs. Anak Agung Gd Raka, M.S.: Keragaman Latar Belakang Mahasiswa Menjadi Spirit Kuliah Kajian Budaya
Dr. Drs. Anak Agung Gd Raka, M.S.
Angkatan : 2011
Afiliasi : Universitas Warmadewa Bali
Disertasi : Komodifikasi Warisan Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng, Tampaksiring, Gianyar
Tidak terduga sebelumnya bahwa pada saat kuliah Prodi Doktor Kajian Budaya spirit keberagaman dari latar belakang mahasiswa berkaitan erat dengan spirit Kajian Budaya seperti tercermin dari mata kuliah multikulturalisme dan teori-teori kritis. Daripada penyatuan, Kajian Budaya lebih merayakan keberagaman sebagai keniscayaan.
Semua agama yang ada di muka bumi mengajarkan untuk bersyukur, bahwa apa pun yang dialami dalam hidup dan kehidupan ini merupakan berkah dari Hyang Pencipta.
Bagi saya, salah satu pengalaman yang sangat berkesan dan tidak akan pernah terulang lagi dalam hidup ini adalah kuliah pada Program Doktor (S3) Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana. Dikatakan demikian, karena angkatan tahun 2011/ 2012 mencatat jumlah mahasiswa S3 Kajian Budaya tertinggi.
Jumlah mahasiswa waktu itu adalah 32 orang. Selain berasal dari berbagai disiplin ilmu, mereka juga berbeda dalam agama, budaya, adat-istiadat, etnis, asal daerah. Ada yang berasal dari Sulawesi, Kalimantan, Jawa, NTB, dan tentu saja kami dari Bali. Kami merayakan perbedaan ini, keragaman yang bagi kami meriangkan hati. Buktinya, dalam struktur kepengurusan kelas dan kepanitiaan, diambil dari mereka yang berlatar belakang beragam. Kegiatan berjalan lancar. Penuh kesan.
Untuk kegiatan seminar dan study tour serta pengabdian kepada masyarakat, kepanitian pastilah mengutamakan personalia dari keragaman. Hal tersebut dapat terwujud tidak terlepas dari tingginya rasa toleransi di tengah-tengah keberagaman tersebut.
Keberagaman dan kegiatan bernuansa keragaman itu menjadi sebuah kenangan menarik yang sulit untuk dilupakan. Tak hanya bagi saya secara pribadi, memori indah itu juga dialami oleh teman-teman yang lainnya. Keriangan itu sering kami ekspresikan dalam komunikasi walaupun kami tinggal saling berjauhan. Komunikasi tetap berjalan baik.
Toleransi Membangun Harmoni
Tradisi bersatu dalam kebhinnekaan bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan. Namun, yang jelas bahwa sifat-sifat seperti itu telah lahir sejak zaman sebelum bangsa kita mendapatkan pengaruh dari budaya agama-agama besar, seperti Hindu, Budha, Islam, Katolik, Protestan dan pengaruh budaya global dewasa ini.
Budaya agraris yang sudah berkembang sejak zaman bercocok tanam, dan dicirikan dengan pola hidup menetap. Sistem pola hidup menetap melahirkan tradisi kehidupan dalam kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan. Ketiga aspek inilah sebagai pilar kuat yang meninspirasi sifat toleransi, dan tumbuh subur mengakar dengan kuat sampai dengan dewasa ini.
Beranjak dari fenomena ini melahirkan ungkapan bersatu dalam keberagaman. Dari fenomena yang unik inilah menarik sastrawan besar zaman Majapahit Empu Tantular untuk mengangkat dalam salah satu bait kekawin yang lumrah disebut Kitab Sutasoma.
Salah satu baris dari bait kekawinnya terungkap kalimat: “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”, mengandung arti “Berbeda tetapi Tetap Satu dan tidak ada kebenaran yang mendua”.
Kemudian ungkapan yang tepat untuk menggambarkan keberadaan negeri nusantara tersebut diadopsi sebagai motto dalam Lambang Negara Republik Indonesia, den kalimatnya disederhanakan tanpa mengurangi makna, menjadi Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Betapa pentingnya toleransi antar umat yang berbeda latar belakang agama, adat, dan budaya, di tengah-tengah bangsa ini yang kerap dibayangi disintegrasi. Adapun faktor-faktor penyebabnya adalah adanya berbagai kepentingan yang mengatasnamakan masyarakat di balik kepentingan individu, kelompok, golongan, dan lain-lain. Tetapi karena kekuatan dan keutuhan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan yang telah mengakar sejak jaman bercocok tanam, sehingga sulit untuk memecahnya.
Kuatkan Toleransi
Tampaknya fenomena dalamnya rasa toleransi seperti inilah yang memberi spirit angkatan 2011/2012 Program Doktor (S3) untuk bersahabat dalam keberagaman. Serta yang lebih menguatkan rasa toleransi adalah tuntunan mata kuliah multikultur dan politik identitas yang ditawarkan, dan bermuara pada terhindarnya bangsa ini dari perpecahan.
Terinpirasi oleh semangat kebersamaan dalam menggali ilmu selama 3 (tiga) semester, dapat membuat semakin indahnya rasa toleransi. Hal tersebut tidak hanya terwujud sewaktu di bangku kuliah, namun semakin tajam sampai tercatat sebagai alumni. Spirit toleransi, multikultur mata kuliah dan praktik pergaulan bersama, sewaktu masih kuliah terus mewarnai komunikasi kami lewat sosial media.
Semangat hidup seperti inilah yang memberi ruh dan menggerakkan Karyasiswa Angkatan 2011/2012 hingga berhasil menciptakan suasana harmoni yang sarat dengan perbedaan latar belakang agama, budaya, adat-istiadat, kebiasaan dan lain-lain. Bahkan, lebih menarik, bahwa rasa persaudaraan masih tetap eksis hingga saat ini, walaupun sudah tercatat sebagai alumni.
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA