Kabar Alumni, Dr. Gede Ginaya, M.Si.: Diselamatkan Konsep ‘Pergulatan’
Dr. Gede Ginaya, M.Si.
Angkatan: 2018
Afiliasi: Politeknik Negeri Bali
Disertasi: Pergulatan Diskursus Pasar Wisatawan Rusia dalam Pariwisata Bali
Awal mula saya menekuni teori-teori kritis dalam perspektif Kajian Budaya pada tahun 2008 ketika muncul wacana dosen harus berijazah S2 termasuk di Politeknik Negeri Bali (PNB), tempat saya bertugas, walau PNB membidangi pendidikan vokasi di mana komptensi terapan lebih mengena ketimbang akademik.
Terbitnya peraturan wajib bergelar master, mendorong saya untuk lanjut kuliah lagi walaupun saat itu sedang sibuk-sibuknya meng-handle wisatawan Rusia yang lagi booming di Bali. Keputusan untuk memilih kuliah di Prodi Kajian Budaya Program Pascasarjana Unud dipengaruhi juga oleh senior Bapak Dr. I Gede Mudana, M.Si., teman sejawat di PNB yang juga ikut mengajar di Kajian Budaya.
Berdasarkan pencerahan Pak Mudana tentang konsep mendasar dari Kajian Budaya (cultural studies bukan study of culture) yang bersumber dari teori-teori kritis, maka saya mulai berdiskusi tentang topik penelitian yang akan diangkat nantinya untuk tesis. Secara kebetulan juga saya melihat fenomena yang terjadi di lapangan khususnya pasar wisatawan Rusia yang saya lakoni sebagai seorang pramuwisata berbahasa Rusia.
Di Mana Letak Kajian Budayanya?
Judul tesis yang saya angkat awalnya adalah “Interaksi Pramuwisata dan Representatif Asing dalam Penanganan Wisatawan Rusia di PT Tiga Putrindo Bali, Nusa Dua”.
Saya pun mencoba berinisiatif untuk mempresentasikan draf proposalnya ketika ada kesempatan presentasi pada mata kuliah metodologi penelitian. Tentu saja judul yang saya ajukan tersebut dikritisi dengan pertanyaan “di mana letak kajian budayanya?”.
Saya mencoba menjawab, namun belum bisa memuaskan karena
kata 'interaksi' tersebut belum menggambarkan esensi kajian budaya yang
emansipatoris, anti-narasi besar, plus membela kelompok-kelompok yang
terpinggirkan.
Akhirnya setelah mendapatkan pembimbing, yaitu Bapak Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. yang saat itu juga Dekan Fakultas Sastra Unud, memberi saran agar kata interaksi diganti dengan “Pergulatan” dan ternyata satu kata ini sangat ampuh untuk mendeskripsikan esensi kajian budaya tersebut. Saya merasa diselamatkan oleh kata ‘pergulatan’.
Saya pun sangat bersemangat menulis penelitian tesisnya dan astungkara (syukurlah) dalam waktu 2 tahun, yaitu 2010 saya sudah lulus Program Magister S2 Kajian Budaya.
Gelar dan Syarat Terpenuhi
Saya sangat senang di samping menyandang gelar M.Si. juga syarat minimal dosen telah terpenuhi. Rutinitas melaksanakan Tri Darma di PNB dan juga sebagai pramuwisata freelance terus berlanjut selepas studi S2 sampai Pak Mudana menyarankan saya untuk lanjut studi S3, tetapi saya belum memutuskan saat itu karena masih larut dalam kesibukan meng-handle wisatawan Rusia.
Ada juga sedikit penyesalan saya tidak menuruti saran Pak Mudana saat itu karena Jurusan Pariwisata PNB telah memiliki program S2 Terapan yang dikenal dengan “Magister Terapan Perencanaan Pariwisata” (Matrappar) di mana dosen yang eligible untuk mengajar adalah yang telah berijazah S3.
Saya pun bulat memutuskan untuk lanjut studi lagi walaupun dapat dibilang terlambat mengingat rentang waktu dari lulus S2 (2010) hampir 8 tahun. Saya pun kembali konsultasi dengan Pak Mudana tentang topik penelitian yang akan saya angkat untuk disertasinya.
Saya pun telah menyiapkan draf proposal disertasi sebagai persyaratan awal yang di-upload pada pendaftaran seleksi mahasiswa baru secara online. Setelah mendaftar dan mengikuti tes tulis di Gedung Pascasarjana Unud kemudian lanjut dengan tes wawancara oleh Bapak Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A. sebagai Koprodi S3 Kajiaan Budaya FIB saat itu.
Penulis paling kiri.
Saya pun mulai kuliah S3 sebagai angkatan 2018 walaupun tidak seramai ketika saya kuliah S2 dulu yang mengambil program S3 Kajian Budaya sangat banyak sedangkan di angkatan saya awalnya hanya 7 orang termasuk Ida Pandita Empu (Alm) yang sangat bersemangat kuliah S3 walaupun saat itu usia Ida sudah 80.
Seiring berjalannya waktu teman seangkatan kami hanya sisa empat orang saja dan dengan berpulangnya Ida Pandita praktis kami hanya tinggal bertiga saja.
Terlepas dari semuanya itu, kami bersyukur saya dan Ibu Putu Sri Aryani (Undiksha Singaraja) bisa menyelesaikan studi tepat waktu sehingga bisa menyandang predikat cum laude.
Semua ilmu yang telah saya peroleh di Kajian Budaya saya amalkan termasuk juga sekarang saya sudah eligible mengajar di S2 Terapan Pariwisata Jurusan Pariwisata PNB dan ikut juga membuat usulan S3 Terapan Bisnis Perencanaan Pariwisata Jurusan Pariwisata PNB yang sedang diajukan ke Dikti.
Pengalaman Menarik
Ada beberapa hal menarik yang dapat saya share dalam perjalanan saya menempuh studi di S3 Kajian Budaya FIB Unud, sebagai berikut.
Pertama, ada pemahaman sebagian masyarakat yang belum tercerahkan tentang ilmu Kajian Budaya. Mereka menganggap Kajian Budaya itu hanya mengkaji budaya adiluhung saja (study of culture) yang mungkin mereka menganggap hal itu sudah biasa dilakukan tanpa kuliah pun sudah banyak melakukan praktik sehari-hari sehingga kalah gengsinya dengan program studi lainnya, seperti Kajian Pariwisata.
Hal ini saya sampaikan karena ada beberapa teman dosen yang menanyakan ke saya kenapa saya tidak kuliah di Kajian Pariwisata. Hal yang paling saya ingat adalah ketika saya mendaftar kuliah S3 di Kajian Budaya ada seorang petinggi di Jurusan tempat saya bertugas mengalamatkan kritik pedas kepada saya via Grup WA dosen: “Dosen yang mengambil studi pascasarjana seharusnya bisa berkontribusi ke mahasiswa”.
Saya langsung tanyakan ke yang bersangkutan di Grup WA tersebut juga: “Maksud Bapak karena saya kuliah di Kajian Budaya ya?” Jawaban beliau adalah menyuruh saya menanyakan ke bagian kepegawaian.
Sebenarnya saya sudah berkonsultasi dengan kepegawaian sebelumnya dan tidak ada masalah.
Penulis memakai topi, saat rekreasi sebagai wisatawan dengan kolega dosen Poltek Negeri Bali.
Menghadapi kritikan semacam itu saya tidak langsung “frontal” karena maklum mereka tidak paham, tetapi saya tunjukkan dengan bidang ilmu
Kajian Budaya saya bisa berkontribusi termasuk aktif melakukan penelitian dengan mengikuti hibah DRPM Dikti dengan luaran membuat publikasi ilmiah di jurnal nasional dan internasional di samping juga mendesiminasikan hasil-hasil penelitian saya dengan mengikuti seminar/konferensi nasional dan internasional termasuk juga ke luar negeri.
Kedua, tentang jumlah peminat S3 Kajian Budaya pada angkatan saya yang menurun tentunya sebagai alumni selalu menyarankan kepada teman-teman sejawat untuk kuliah di S3 Kajian Budaya dan besar harapan saya dengan segenap upaya yang dilakukan oleh Prodi Kajian Budaya selama ini dapat membuahkan hasil guna meningkatkan jumlah peminat untuk kuliah di S3 Kajian Budaya. Semoga juga akreditasi Prodi bisa ditingkatkan dari B menjadi A (Unggul).
Sebagai penutup saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Bapak/Ibu Dosen Prodi Kajian Budaya yang telah memberikan ilmunya. Semoga semua kebaikan Bapak/Ibu mendapat karunia dari Tuhan Yang Mahaesa.
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA