Kabar Alumni Dr. I Made Marthana Yusa, M.Ds.: Mengisi Ruang Pikir dengan Ilmu Selevel Doktor
Alumni Angkatan: 2015
Afiliasi: Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI) Bali
Disertasi: Diskursus Taksu pada Karya Animasi
Ketika seorang scholar atau akademisi memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktoral, ada tiga hal yang harus dihadapi sebagai konsekuensinya.
Pertama, agenda kegiatannya akan dipenuhi dengan kegiatan perkuliahan (kembali menjadi mahasiswa), pengumpulan data, riset, ujian dan diseminasi hasil penelitian.
Kedua, alokasi dana akan diprioritaskan untuk kebutuhan pendidikan dan penelitian seperti pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal) per semester, pembelian buku, biaya seminar, publikasi, hingga biaya-biaya lain dalam perjalanan penelitian yang bisa jadi sangat tidak terduga.
Ketiga, ruang pikir akan dialokasikan, diprioritaskan untuk diisi dengan ilmu selevel doktor. Kemudian perlu juga mengalokasikan ruang pikir kita untuk merumuskan strategi agar bisa mendapatkan ilmu dengan efektif melalui perkuliahan, dan kalau bisa efisien agar lulus tepat waktu.
Bagi mahasiswa doktoral yang masih single atau belum berkeluarga, tidak akan ada lagi waktu untuk hangout setiap weekend, tidak akan lagi bisa mengikuti setiap episode Drakor (Drama Korea) yang ending-nya masih misterius, atau tidak ada lagi waktu untuk ikut event e-sport semacam Free Fire atau Mobile Legend, bahkan menangkap Pokémon di dunia virtual akan menjadi cerita masa lalu.
Penanda event Shopee Sale di kalender digital akan digantikan dengan agenda pengumpulan data, asistensi atau bimbingan ke dosen pembimbing (promotor dan tim), seminar, deadline revisi, ujian, deadline revisi lagi, hingga akhirnya jadwal wisuda.
Tantangan berlebih tentunya bagi mahasiswa yang sudah berkeluarga, karena segala energi, pikiran dan waktu harus terbagi dengan strategis. Apalagi bagi yang sedang memiliki anak dalam masa golden age mereka. ‘Menjadi lebih dewasa’ (mature, wise, emphatetic, fair and open minded) merupakan kata kunci yang sangat berkorelasi dengan perjalanan pendidikan Doktoral. Dewasa dalam banyak hal, dalam berpikir, bertindak, dan berbicara atau berkata-kata.
Memilih Program Studi
Memilih Program Studi (Prodi) untuk berkuliah, khususnya pada jenjang Doktoral atau S3 harus melalui berbagai pertimbangan, selain tiga butir konsekuensi yang sudah penulis ungkapkan. Salah satu pertimbangan yang harus diambil sangat terkait dengan cita-cita akademik kita. Kita akan menjadi ahli di bidang apa.
Lulus sebagai Doktor merepresentasikan kepakaran (expertise) pada bidang ilmu yang dipelajari di jenjang S3, yang idealnya merupakan penyempurnaan dari bidang ilmu yang dipelajari pada jenjang kuliah S1 dan S2-nya dalam suatu bingkai konsep linearitas.
Karya Ilustrasi “Ngarak Ogoh-ogoh ring Metaverse” oleh I Made Marthana Yusa, M.Ds (Sumber Foto: baliola.com)
Cita-cita penulis adalah ahli di bidang ilmu Seni, Desain dan Media berbasis budaya. Penulis melihat Program Doktoral Kajian Budaya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana mampu memenuhi cita-cita penulis.
Mengenal Kajian Budaya
Melalui perkuliahan di Prodi Doktoral Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, penulis mulai memahami bahwa sebagai ilmu yang mampu mewadahi konsep multidisiplin, interdisiplin, hingga transdisiplin, Kajian Budaya adalah sebuah bidang yang menggali kedalaman makna di balik fenomena budaya yang kita jumpai sehari-hari.
Cultural Studies dan Study of Culture adalah dua pendekatan yang sering dikaitkan dengan Kajian Budaya, meskipun memiliki perbedaan subtil dalam pendekatannya. Cultural Studies lebih menekankan pada analisis budaya sebagai produk sosial yang dipengaruhi oleh kekuatan politik, ekonomi, dan sosial, sementara Study of Culture lebih fokus pada pemahaman budaya sebagai warisan historis dan kebudayaan.
Insight dari Prof. Yasraf Amir Piliang
Penulis mendapatkan wawasan yang berharga dari Prof. Yasraf Amir Piliang, dosen semasa penulis berkuliah di Magister Desain, Pascasarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, terutama dalam konteks konsep Kajian Budaya dalam Desain.
Melalui pendidikan S2 beliau di Central Saint Martins College of Arts and Design, London, Inggris yang meneliti postmodernisme, penulis belajar bagaimana memahami perubahan budaya dalam konteks desain, dan bagaimana desain sendiri dapat menjadi cerminan dari perubahan budaya yang terjadi di masyarakat.
Wawasan ini membuka mata penulis terhadap kompleksitas hubungan antara budaya dan desain, serta pentingnya memahami konteks sosial dan sejarah dalam praktek desain.
Perjalanan Perkuliahan dan Penyusunan Disertasi
Penulis pada awalnya memproyeksikan perjalanan perkuliahan S3 seperti tamasya yang mencoba melompati dimensi pikir Sarjana kebanyakan.
Mencoba meresapi ilmu yang cenderung baru untuk menyempurnakan ilmu-ilmu sebelumnya, walaupun sebelumnya dibutuhkan penuangan cairan paradigma positivistik yang menggenang pada cangkir pikir penulis.
Perjalanan perkuliahan, khususnya dalam penyusunan disertasi, merupakan tantangan yang berat dan menantang. Ada banyak faktor X yang menghambat studi, mulai dari keterbatasan waktu dan sumber daya hingga tantangan pribadi.
Namun, melalui dukungan yang tak tergantikan dari keluarga, iman kepada Tuhan, dan bimbingan dari dosen-dosen, terutama pada masa jabatan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. sebagai Koordinator Program Studi, penulis berhasil menyelesaikan perjalanan ini dan lulus, meskipun tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Penutup
Dalam perjalanan penulis di Program Doktoral Kajian Budaya Udayana, penulis memahami bahwa Kajian Budaya bukan hanya tentang menganalisis fenomena budaya, tetapi juga tentang memahami perubahan budaya yang terjadi dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi.
Wawasan dari Prof. Yasraf Amir Piliang mengenai konsep Kajian Budaya dalam Desain membuka mata penulis terhadap kompleksitas hubungan antara budaya dengan desain, sementara dukungan dari keluarga, iman kepada Tuhan, dan bimbingan dosen membantu penulis melewati tantangan dalam penyusunan Disertasi.
Penulis yakin pengalaman ini akan menjadi pondasi yang kuat dalam karier akademik penulis di masa depan (*).
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA