Kabar Alumni, Prof. Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn.: Awalnya tidak Diterima di Kajian Budaya, Akhirnya Membukakan Jalan Meraih Guru Besar
Prof. Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn.
Angkatan: 2010; Lulus: 2013 (Cum Laude)
Afiliasi: Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
Disertasi: Representasi Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung
Awalnya saya ingin kuliah di Program Studi S2 Kajian
Budaya saat baru dibuka pada 1996. Akan tetapi, setelah mengikuti tes wawancara
pada Maret 1996, Prof. I Wayan Bawa, Ketua Prodi S2 Linguistik mengatakan
kepada saya bahwa saya masih muda, belakangan saja ikut kuliah. Berikan dulu
kesempatan pada yang lebih tua.
Saat itu, saya memang harus bersaing dengan mantan
dosen saya dan dosen senior di FT Unud, seperti Ir. I Nyoman Gelebet, M.Si., Prof.
Dr. Ir. Tjokorda Arta Ardhana Sukawati, M.Si (Wakil Gubernur Bali) dan Prof.
Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si (Mantan PR III Unud).
Benar saja, beberapa hari kemudian saya mendapat surat dari S2 Kajian Budaya Unud, bahwa saya belum bisa diterima sebagai mahasiswa Angkatan pertama S2 Kajian Budaya Unud.
Akhirnya pada April 1996, saya langsung mengajukan
lamaran ke Program Pascasarjana S2 Seni dan Desain ITB. Saya kemudian diterima lewat
seleksi administrasi saja dan berhasil memeroleh Beasiswa.
Saya berhasil menyelesaikan Pendidikan S2 di ITB pada
Agustus 1999, setelah melewati masa gerakan reformasi.
Ketika pengalaman itu saya ceriterakan pada acara
perkenalan saat mengikuti Matrikulasi Mahasiswa Program Doktor S3 Kajian Budaya
Unud, Agustus 2010, baik dosen penceramah dan semua mahasiswa baru angkatan 2010,
tertawa mendengan cerita saya.
Sempat Kaget
Pada awal mengikuti perkuliahan di S3 Kajian budaya, saya memang sempat kaget karena mengira akan banyak mendapat materi kuliah mengenai kebudayaan yang bersifat antropologis. Akan tetapi, materinya ternyata lebih banyak ke budaya kritis.
Namun, lambat-laun saya dapat menyesuaikan diri,
karena materi kuliah saat di S2 Seni dan Desain ITB maupun di S3 Kajian Budaya
Unud saling melengkapi.
Dasar-dasar teori kritis sudah pernah saya pelajari dari
Prof. Widagdo, pada Mata Kuliah Sejarah Sosial Desain di ITB. Demikian pula
materi kuliah budaya kontemporer post-strukturalis, sebagian sudah pernah diperoleh
saat mengikuti mata kuliah dari Prof. Yasraf Amir Piliang tentang Desain dan
Kebudayaan di ITB.
Dari materi kuliah yang pernah saya peroleh dari Prof.
Yasraf A. Piliang di ITB, akhirnya saya mendapat ide untuk mengangkat topik
disertasi tentang desain yang dibuat dengan teknologi komputer desain 3D dengan
Realitas Virtual (3DVR).
Masalah ini memang sangat relevan dengan bidang ilmu
saya, desain interior. Akan tetapi, saat hal ini dikemukakan kepada Pembimbing
Akademik di S3 Kajian Budaya Unud tidak disetujui, karena dinilai terlalu
bersifat abstrak.
Saya kemudian konsultasi dengan Bapak Dr. I Gede
Mudana, dosen muda yang banyak menguasai teori kritis dan budaya kontemporer.
Bapak Dr. I Gede Mudana bahkan sangat tertarik dengan rencana disertasi yang saya
ajukan dan memberikan masukan tentang apa saja yang perlu dikaji.
Akhirnya, Prof. Suastika sebagai Pembimbing Akademik
setuju, karena saya mendapat kasus Gedung Kantor Bupati Kabupaten Badung yang
dibuat dengan teknologi 3DVR. Desain ini saya peroleh dari Bapak Ir. I Wayan
Gomudha, M.T., dosen senior di FT Unud, yang menjadi konsultan desain Pusat
Pemerintahan Kabupaten Badung.
Dalam proses penyusunan disertasi, saya juga minta
bimbingan Prof Yasraf A. Piliang di Bandung lewat telepon malam hari. Masukan
di bidang arsitektur dan desain, banyak diberikan oleh Ibu Prof. Dr. Ir. Sulistyawati.
M.S (Ko-promotor I), Bapak Prof. Dr. I Wayan Ardika. M.A (Ko-promotor II),
banyak memberi masukan pada aspek teori kritisnya, dan Prof. Dr. A.A. Bagus
Wirawan, S.U (Promotor), memberi masukan secara umum dan aspek kesejarahan
Kabupaten Badung secara khusus.
Akhirnya pendidian S3 Kajian Budaya di Unud dapat saya selesaikan dalam jangka waktu 3 tahun 1 bulan dan mendapat predikat kelulusan Cum Laude.
Membukakan Jalan ke Guru Besar
Di tengah proses studi di S3 Kajian Budaya, saya
sempat mengikuti sosialisasi Direktorat Pendidikan Tinggi tentang linearitas
keilmuan di kampus saya, Institut Seni Indonesia Denpasar.
Penceramahnya antara lain menyampaikan, bahwa dosen
yang akan Tugas Belajar atau Izin Belajar harus ilmunya linear. Tanpa itu, katanya,
akan sulit diterima saat mengajukan usulan Guru Besar. Akan tetapi, saya tetap
yakin, bahwa kebijakan pasti akan selalu berubah.
Setelah selesai mengikuti kuliah di S3 Kajian Budaya
pada 2013, saya mulai mencari jurnal internasional bereputasi untuk publikasi
artikel ilmiah, sebagai salah satu syarat Dikti untuk pengajuan jabatan
fungsional Guru Besar.
Akhirnya pada 2017 saya menemukan jurnal yang relevan
dengan kajian budaya dan saya cukup mengusainya. Artikel saya pun akhirnya
dipublikasikan pada Juni 2017, dengan judul “East and West Cross Cultural
Semiotics: On Taman Ujung Bali Architecture”.
Pada 2018, artikel saya yang kedua juga berhasil
dipublikasikan, dengan judul Heritage, Knowledges and
Memories on Pura Penulisan Architecture Bali at Ancient Mount Batur Caldera
Area.
Saat pengajuan usulan kenaikan pangkat dan jabatan ke
Guru Besar, dua publikasi internasional pada jurnal bereputasi yang telah saya
lakukan, sangat membantu mempercepat diterimanya usulan saya selain bidang Tri
Dharma yang lain.
Terima Kasih kepada Kajian Budaya
Saya sangat berterima kasih kepada S3 Kajian Budaya
Unud, yang telah membukakan jalan saya ke jabatan fungsional Guru Besar.
Yang sangat membahagiakan, informasi diterimanya
usulan Guru Besar saya adalah pada momen ulang tahun saya pada Juli 2019. Jadi,
Guru Besar merupakan kado terindah yang saya peroleh dalam perjalanan hidup
saya.
Tugas Pertama, Menilai Usulan Guru Besar Tidak Tetap
Setelah memeroleh jabatan fungsional Guru Besar,
tugas besar sudah menunggu. Saya ditugaskan Dekan FSRD ISI Denpasar untuk
menilai dan membantu menyempurnakan usulan Jabatan Guru Besar Tidak Tetap Dr.
Ir. Tjokorda Artha Ardana Sukawati, M.Si, Wakil Gubernur Bali, yang juga
alumnus S3 Kajian Budaya Unud.
Syukur Kaprodi Desain Interior FSRD ISI Denpasar membantu mencarikan form, tentang apa yang harus dinilai pada usulan Guru Besar Tidak Tetap. Dekan FSRD juga memberi penekanan, yang dinilai adalah usulan terkait tacit knowledge calon pengusul Guru Besar.
Penulis (dua dari kiri) bersama Gubernur Bali Dr. I Wayan Koster dan Wagub Dr. Ir. Tjokorda Artha Ardana Sukawati, M.Si.
Tacit knowledge adalah kemampuan
praktis dan intuitif seseorang untuk memecahkan masalah, berinovasi, dan membuat
keputusan-keputusan yang cerdas.
Setelah melewati beberapa proses, akhirnyanya usulan Dr.
Ir. Tjokorda Artha Ardana Sukawati, M.Si. ke jabatan Guru Besar Tidak Tetap
pada Institut Seni Indonesia Denpasar diterima.
Itulah tugas pertama saya di kampus setelah menjadi
Guru Besar, yang saya kerjakan Bersama Dekan FSRD ISI Denpasar.
Saya juga sangat bahagia, karena berhasil membantu senior di S3 Kajian Budaya Unud meraih jabatan Guru Besar Tidak Tetap di ISI Denpasar, apalagi beliau juga sebagai Wakil Gubernur Bali. (*)
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA