Lokakarya Kurikulum dan RPS Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Universitas Udayana Tekankan Pentingnya "Critical Culture"
Peserta lokakarya berfoto usai acara.
Prodi Doktor (S3) Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana melaksanakan lokakarya kurikulum dan RPS (Rencana Pembelajaran Semester), Senin, 27 Februari 2023, di Ruang Priyono kampus setempat.
Lokakarya dihadiri sekitar 50 peserta, terdiri dari dosen, mahasiswa, alumni, pengguna lulusan (user), Ketua Tim Pelaksana Penjaminan Mutu (TPPM) FIB Unud, dan dua narasumber dari luar Universitas Udayana.
Kedua narasumber itu adalah Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., Ph.D., Dekan FIB Universitas Padjadjaran Badung, dan Prof. Dr. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd. Narasumber Prof. Aquarini menyampaikan materi secara daring dari Bandung, sedangkan Prof. Wahid hadir langsung di lokasi lokakarya.
Acara lokakarya dibuka oleh Dekan FIB Unud yang diwakili oleh Wakil Dekan 1, I Nyoman Aryawibawa, M.A., Ph.D.
Wakil Dekan 1, I Nyoman Aryawibawa, M.A., Ph.D.
Wakil Dekan 1 menyampaikan agar peninjauan kurikulum agar disesuaikan dengan ketentuan yang ada seperti UU Pendidikan Tinggi, Perpres mengenai KKNI, dan pedoman yang berlaku di Universitas Udayana.
“Peninjauan kurikulum juga perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga Prodi dapat melaksanakan proses belajar mengajar yang berkualitas,” ujar Aryawibawa.
Setelah Lima Tahun
Korprodi S3 Kajian Budaya, Prof. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. menyampaikan bahwa lokakarya ini dilakukan karena sudah jatuh tempo lima tahun sejak kurikulum 2018 disusun.
Peserta lokakarya.
Selain itu dan yang tidak kalah pentingnya adalah dengan berlakunya pedoman akademik Program Pascasarjana Universitas Udayana tahun 2022. Dalam pedoman ini diatur berbagai aspek akademik pelaksanaan program pasca (S2 dan S3).
Jumlah SKS untuk S3 ditetapkan minimal sama dengan 42 SKS. Perubahan juga ditetapkan dalam mata kuliah wajib Pasca/Universitas (MKWU) yang terdiri dari Kajian Disertasi dan Etika Metode Penelitian, keduanya dengan jumlah 5 SKS.
Peserta lokakarya.
Tidak ada lagi mata kuliah wajib Filsafat Ilmu seperti dalam kurikulum sebelumnya. Mata kuliah Wajib Prodi (MKWP) ditetapkan antara 4-6 SKS yang berarti antara 2-3 mata kuliah.
Ditetapkan juga mata kuliah penunjang disertasi (MKPD) dicanangkan 5-8 SK, berarti 4 mata kuliah, dengan asumsi 2 SKS per mata kuliah.
Untuk SKS lainnya, datang dari lima tahap ujian, yaitu kualifikasi, proposal, seminar hasil penelitian, ujian tertutup, dan ujian terbuka/ promosi doktor yang berjumlah 28 SKS.
“Total SKS adalah 45, berarti memenuhi bahkan melebihi standar minimal 42 SKS menurut Pedoman Akademik Pascasarjana Unud,” ujar Prof. Darma.
Suasana Lokakarya
Lokakarya berjalan lancar ditandai dengan diskusi produktif tentang perkembangan kajian budaya di Indonesia secara umum dan juga pembahasan mengenai kurikulum.
Prof. Aquarini dalam presentasi “Kurikulum Prodi Kajian Budaya: Beberapa Perbandingan” menyampaikan tinjauan kurikulum prodi doktor di Unpad dan prodi lain di universitas Indonesia.
Prof. Atwin Aquarini.
Menurutnya bahwa prodi doktor kajian budaya Unpad yang bernaung di bawah Prodi Doktor Ilmu Sastra menawarkan kurikulum dengan bidang ilmu berbasis riset dan keahlian dosen dan yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk aktif dalam diskusi dan mengembangkan ilmunya di bawah bimbingan dosen.
“Untuk mata kuliah semiotik, dipegang Yasraf Amir Piliang ahli semiotik dari ITB yang kuliahnya kadang dilaksanakan di ITB atau di Unpad karena kami berdekatan,” ujar Prof. Aquarini yang menyajikan materi secara daring.
Prof. Abdul Wahid
Prof. Wahid yang dalam presentasi “Karakteristik Kritis Kurikulum Prodi Kajian Budaya” menyarankan agar Kajian Budaya mengambangkan mata kuliah yang meningkatkan kekritisan dengan penekanan pada tiga hal yaitu critical inquiry, historicity of knowledge, and political economy.
“Kajian tentang atau yang berkaitan keagamaan dalam kehidupan sosial politik dan perubahan sosial, sangat menarik dikaji,” ujar Prof. Wahid.
Panelis stakeholders Prodi Kajian Budaya.
Nara sumber dari user adalah Dr. Ni Wayan Widhiasthini, M.Si., Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar menyampaikan perlunya kurikulum disusun berdasarkan indikasi pasar (market signal) sehingga calon mahasiswa tertarik belajar sesuai minat dan ilmu yang dicari.
Narasumber user satu lagi, Drs. Putu Gede Sridana, M.Si. Wakil Rektor II Institut Pariwisata dan Bisnis (IPB) Internasional sepakat dengan perlunya aspek critical dalam Kajian Budaya, dengan memberikan contoh pada kajian pariwisata yang umumnya bersifat positivistik.
Dari alumni dan mahasiswa tampil Prof. Dr. Luh Putu Sendratari (Undiksha Singaraja), Dr. I Nyoman Suaka (IKIP Saraswati Tabanan), Nuning Indah Pratiwi, S.Sos., M.I.Kom. dan Ir. AA Gede Agung Dalem, ST., MT.
Peserta lokakarya.
Sementara Prof. Sendratari mendorong penguatan kajian kritis sebagai penciri Kajian Budaya Unud, Nyoman Suaka menyarankan perlunya menawarkan mata kuliah penulisan karya ilmiah karena tuntutan sekarang mahasiswa harus bisa publikasi di jurnal internasional bereputasi.
Selain menyampaikan apresiasi terhadap disiplin Kajian Budaya yang mendorong mahasiswa berpikir dengan paradigma kritis, Nuning dan Agung Dalem juga menyarankan peninjauan atas mata kuliah lama dan penawaran mata kuliah baru sesuai dengan perkembangan sosial budaya dan teknologi.
Mata kuliah yang berkaitan dengan digital banyak diusulkan sebagai refleksi untuk mengantisipasi fenomena budaya yang diakibatkan oleh revolusi teknologi 4.0/5.0.
Visual culture.
Penciri Prodi
Dalam sidang pleno yang dipandu oleh Prof. Darma Putra, berlangsung diskusi yang kritis, menarik, dialogis, dan produktif.
Mengingat selama ini karakteristik Kajian Budaya Unud dengan paradigma kajian ‘fungsi, bentuk, makna’ yang dikembangkan Prof. Bagus perlu dipertegas, dan mengingat Kajian Budaya di universitas lain memiliki fokus pada bidang tertentu sebagai penciri seperti Media atau Kajian Religi, maka disampaikan bahwa penciri dari Kajian Budaya Unud adalah “critical culture” yang ditandai dengan sembilan aspek pendukung. Kesembilan subjek pendukung “Critical Culture” itu adalah
1. Budaya Digital, Media Baru, Representasi
2. Folklor, Mitos, Tradisi Nusantara
3. Heritage and Responsible Tourism
4. Identitas dan Etnisitas
5. Komodifikasi dan Politik Ekonomi
6. Masyarakat Sipil dan Subkultur Marginal
7. Studi Gender dan Feminisme
8. Kebijakan Publik dan Pemerintahan
9. Seni dan Religi
Kecak pariwisata (foto Darma Putra).
Penciri ini dirumuskan oleh tim perumus yang telah mengadakan pertemuan sebelumnya. Tim perumus terdiri dari Prof. Dr. AAN Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A., Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Wijaya, M. Hum., Dr. I Wayan Suwena, M. Hum., dan Ni Luh Putu Ari Sulatri, S.S., M.Si.
Mata kuliah wajib prodi dan pilihan (penunjang disertasi) diturunkan dari sembilan pilar ‘Critical Culture’ berdasarkan saran dari peserta lokakarya dan yang disampaikan stakeholders lewat penjaringan melalui google form.
Pada saat penutupan, Korprodi menyampaikan terima kasih kepada narasumber dan moderator yaitu dosen dan mahasiswa Kajian Budaya Dr. Maria Matildis Banda dan Richard Tigaranda Ginting.
Juga disampaikan apresiasi kepada peserta dari kalangan dosen yang aktif memberikan masukan dan sharing pendapat yaitu Prof. I Nyoman Wijaya, Prof. I Nyoman Weda Kusuma, Prof. Suka Arjawa, Dr. Diane Butler, dan Dr. Wayan Tagel Eddy. (dap).
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA