Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Universitas Udayana Gelar Pengabdian di Museum Pendet Nyuh Kuning Ubud

`

Prodi S-3 Doktor Kajian Budaya melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) di Museum Pendet, Nyuh Kuning, Ubud, Sabtu, 26 Februari 2022. Tema pengabdian adalah “Industri Budaya: Pemertahanan Kesenian di Masa Pandemi di Ubud”. 


Kegiatan diikuti oleh mahasiswa S-2 dan S-3 Angkatan 2021/2002, para dosen, dan sejumlah seniman di Ubud dan sekitarnya. Kalangan seniman terdiri dari pelukis dan kurator. Kegiatan PkM dilaksanakan dengan prokes yang ketat.




Program PkM ini merupakan kerja sama antara Prodi S-3 Kajian Budaya dengan Museum Pendet. 


Koprodi S-3 Kajian Budaya, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. dalam sambutannya saat pembukaan PkM menyampaikan kegiatan dilaksanakan di Museum Pendet karena museum ini merupakan museum unik dalam sejarah perkembangan museum di Bali. 


Keunikannya adalah museum ini khusus museum patung karya seniman Wayan Pendet, berbeda dengan umumnya museum yang mengoleksi dan memajang karya banyak seniman. 


“Selain itu, museum yang biasanya dikenal besar, museum ini relatif kecil. Meski kecil ukuran bangunan dan lokasinya, nilai karya yang terpajang sangat besar,” ujar Prof. Darma.


Museum Muka Pendet berdiri tahun 1999 namun ide awalnya sudah muncul beberapa dekade sebelumnya yakni ketika Wayan Pendet aktif menjadi anggota kelompok pelukis Ratna Warta Ubud yang dibina oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati dari Puri Ubud dan Rudolf Bonnet pelukis Belanda. Koleksi museum umumnya berasal dari karya patung Wayan Pendet dari tahun 1950-an. 


Peserta diskusi industri budaya.


Dalam sambutannya, wakil dari Museum Pendet, Dr. Ketut Muka menyampaikan terima kasih atas perhatian Prodi S-3 Kajian budaya untuk kehadirannya di museum untuk berbagi dengan seniman mengenai kehidupan seni budaya dalam situasi disrupsi akibat pandemi.


Sambutan juga disampaikan oleh Koprodi S-2 Kajian Budaya, Dr. I Wayan Tagel Eddy yang mengatakan bahwa kebudayaan sangat terkait erat dengan kehidupan masyarakat. Kebudayaan, kata Tagel Eddy, bukan semata kesenian dan keindahan tetapi juga merupakan ruang negosiasi kekuasaan. 


Tujuan PkM 


Ketua panitia PkM, Wayan Nuriarta menyampaikan bahwa tujuan pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan solusi berdasarkan kajian akademik di bidang kajian budaya atas kebutuhan, tantangan, dan persoalan yang dihadapi kelompok seniman di Ubud. 


Selain itu, PkM juga diharapkan untuk memberikan informasi mengenai peningkatan kinerja (capacity building) bagi kelompok seniman di Ubud dalam rangka mendukung pembangunan seni budaya dan kesejahteraan masyarakat serta memperoleh umpan balik dan masukan bagi program studi Doktor Kajian Budaya dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan, dari para praktisi dan pakar. 


Diskusi Industri Budaya 


Kegiatan PkM disi dengan penijauan koleksi Museum,  diskusi koleksi saat peninjauan, dan diskusi khusus mengenai “Industri Budaya” dengan tiga narasumber, yaitu Dr. Ketut Muka Pendek (pengelola museum/ Dosen ISI Denpasar), dan dua mahasiswa Kajian Budaya yaitu Richard Togaranta Ginting dan I Kadek Puriartha. Diskusi dipandu oleh AA Gde Agung Dalem.



Diskusi seni digital.


Dalam pesentasinya berjudul “Konsep Berkesenian Dulu dan Kini”, Dr. Muka Pendet menyampaikan sejarah kaitan kesenian dengan kehidupan sosial dan keagamaan serta komersial masyarakat.  


“Meski terjadi perubahan konteks mencipta dalams ejarah kesenian Bali, peran seni sebagai pendukung kegiatan spiritual dna keagamaan di Bali ikut membuat kesenian itu menjadi berkembang ajeg dan dinamis,” ujar alumnus Prodi S-3 Kajian Budaya Unud ini.


Diskusi budaya digital.


Richard dalam presentasinya “Digital Culture: Mengenalkan Kesenian dann Budaya Indonesia melalui Literasi Digital” mendorong seniman, mahasiswa, dan warga pada umumnya untuk rajin memperkenalkan seni budaya Nusantara lewat media digital. Nilai promosinya itu tinggi sekali, karena penonton bisa tertarik dan sungguh akan berkunjung. 


Kadek Puriartha dalam presentasi “Seni Virtual Bali di Masa Pandemi” menyampaikan bahwa pandemi menghambat berbagai kegiatan seni. Sebagai contoh, kelompok seni yang dimiliki di Singapadu sudah harus pentas memenuhi undangan ke Paris tetapi batal karena pandemi. 


Kadek juga menunjukkan peluang kreatif yang diberikan pandemi lewat seni digital seperti syuting pentas dengan latar belakang (setting) dinamik, inovatif, dan menarik.  


Peserta pengabdian.


“Adegan-adegan magik yaitu muncul dan menghilang dalam drama tari caloin arang bisa dibuat dengan teknik digital dengan menarik,” katanya.


Dalam komentarnya, dosen S-3 Kajian Budaya Unud Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., memuji kreativitas seniman Bali dalam tetap berkreasi dalam situasi pandemi lewat penciptaan seni virtual.


Dosen lain, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., menyampaikan pemertahanan kesenian Bali terjadi karena kemampuan seniman dan budayawan yang melakukan transformasi.


"Kata kuncinya ada dua yaitu transformasi dan kemitraan. Dewasa ini, di era digital, tidak ada orang bisa bekerja sendiri tetapi pasti memerlukan mitra kolaborasi," ujar Prof. Suarka.


Diskusi berlangsung hangat selama dua jam. Dalam kesempatan itu dibahas mengenai sejarah seni rupa Bali, kehidupan seniman, manfaat seni bagi kehidupan sosial masyarakat, literasi budaya, literasi digital, dan seni virtual Bali di masa pandemi (dp).