Kabar Alumni, Dr. Diane Butler: Karyasiswa Asing Pertama yang Meraih Gelar Doktor Kajian Budaya

`

Dr. Diane Butler
Angkatan: 2003
Afiliasi: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Disertasi: Religiosity in Art Inspired by Samuan Tiga and Tejakula, Bali: Unity in Diversity

Jika seorang membaca biografi singkat ini, dia akan tahu bahwa saya  merasa sangat bersyukur menjadi seniman tari-gerak, pendidik, dan direktur program budaya yang telah berkolaborasi dengan seniman tradisional dan kontemporer dari beragam budaya dan agama di Amerika Utara dan Selatan, Eropa dan Asia selama 35 tahun.

Sejak tahun 2001, saya menetap di Desa Bedulu, Kab. Gianyar dan Desa Tejakula, Kab. Buleleng, Bali, Indonesia. Kedua desa ini terkenal akan kearifan lokal lewat kesenian dan adat istiadat sehingga keanekaragaman ekspresi budaya bersifat dinamis dan dialogis.


Diane Butler, Ph.D. (tengah) guest speaker UNESCO simulation 2017 Udayana Bali World Model UN

Pada tahun 2001, bersama dengan Suprapto Suryodarmo, saya mendirikan Dharma Nature Time, yayasan internasional bersifat kooperatif dengan anggota di delapan negara yang melakukan aktivitas untuk mendukung antarbudaya dalam lingkungan budaya melalui ‘sharing’ dalam kesenian, ketuhanan, dan alam; yang pada tahun 2009 diberi roster konsultatif status oleh Economic and Social Council PBB.


Saya juga adalah alumni 2011 sesi Management and Conservation of World Heritage Sites yang diselenggarakan oleh United Nations Institute for Training and Research (UNITAR) di Jepang.

Sebelumnya, pada 1980-an, saya tinggal di kota New York dan bekerja sebagai asisten dan penari dalam karya situs-spesifik dengan koreografer Ruby Shang bersama seniman berasal dari Amerika, Asia dan Eropa di situs-situs sejarah dan berbagai festival seni di Amerika Serikat, Perancis, Jepang dan Inggris.

Selama 1990-an, saya ikut serta mengembangkan pendidikan kontemplatif selaku Lektor Kepala, Ketua Pendiri InterArts Studies, dan Direktur Dance/Movement Studies di Naropa University, Colorado kemudian pada tahun 2000 selaku Asisten Direktur dan 2001 selaku Direktur Naropa Study Abroad di Bali.

Saya meraih BFA bidang Tari dari The Juilliard School, MALS bidang Tari & Budaya dari Wesleyan University (USA), dan merupakan karyasiswa asing pertama yang meraih Ph.D. di Program Studi Kajian Budaya dari Universitas Udayana, Bali (Indonesia).





Tahun 2014, Rektor Unud mengangkat Diane sebagai Lektor Kepala sukarela pada program studi tersebut. Sejak tahun 1997, saya membina lokakarya Awakening InterArts dan menjadi pengajar tamu di berbagai negara lain.

Benih Masuk Prodi Doktor Kajian Budaya

Siapa pun yang pernah mendengar cerita tentang awal masuknya ke program doktor ini akan tahu bahwa semangat belajar sebenarnya tumbuh dari benih-benih yang telah disirami kata-kata petuah dan pembinaan oleh orang lain yang layak dapat apresiasi.

Bagi saya, salah satu tokoh penyiram benih itu adalah almarhum Suprapto Suryodarmo (1945–2019) pendiri Padepokan Lemah Putih, Solo. Pada akhir Januari 2002, kami ke Jakarta untuk memperkenalkan visi dan aktivitas Dharma Nature Time serta ide membentukkan suatu internasional intercultural school kepada beberapa pejabat Depdikbud RI dan UNESCO Office Jakarta.

“Bagus kamu ketemu Ibu Prof. Edi Sedyawati. Beliau mantan Dirjen Kebudayaan yang juga penari dan arkeolog,” kata Pak Prapto.


Ia mengantar saya ke pintu depan rumah Prof. Edi di Menteng. Setelah kami saling menyapa, Prof. Edi mengajak saya sendiri masuk ke dalam untuk duduk di ruang tamu dan minum teh seraya berdiskusi.

“Ide yang menarik – suatu sekolah antarbudaya dengan peserta lokakarya dari berbagai negara. Bahasa mana akan menjadi jembatan untuk berkomunikasi?”, beliau respon dan bertanya. Mata Prof. Edi berbinar penuh pengertian sewaktu saya menjawab: “Untuk dialog antarbudaya jembatan adalah bahasa seni”.

Akhir Maret 2002, pada acara Srawung Seni & Ketuhanan ke-2 di kawasan Pura Samuan Tiga di Bedulu, Bali; Prof. Edi menyumbang ceramah yang bertolak dari pengamatan bahwa seniman dari berbagai budaya dapat bekerja sama; juga seniman dari berbagai bidang seni dapat berinteraksi satu sama lain.

Mantan Rektor STSI-Denpasar (kini ISI), penari/koreografer Prof. I Wayan Dibia, juga membagi gagasan dan karyanya; begitu pula maestro pelukis I Nyoman Tusan asal Desa Tejakula, arkeolog Drs I Wayan Patra asal Desa Bedulu, dan banyak seniman, budayawan dan tokoh agama dari berbagai wilayah Bali, propinsi Indonesia, dan negara.

Awal April 2002, Pak Prapto menyarankan: “Akan bagus Diane melanjutkan pendidikan-mu ke jenjang doktoral”.

Saya respon dengan nada emosional: “Oh, itu tidak mungkin! Saya tidak pernah melakukan penelitian, saya seorang praktisi.”


Dengan nada sabar dan lembut, Pak Prapto merespon: “Tapi kamu dapat belajar, berkarya, dan berbagi”.

Pelan-pelan saya sadar maksudnya adalah berdasarkan pengalaman praktis konkrit dan arsip kumpulan foto dan rekaman video karya-karya seni dan sesi dialog yang dipersembahkan oleh seniman, cendekiawan dan tokoh agama dari beragam budaya dan kepercayaan sejak tahun 1999 pada acara Pasamuan Seni & Ketuhanan di kawasan Pura Samuan Tiga di Bedulu, Bali dan Pasamuan Seni Samudragiri di desa pesisir Tejakula, Bali Utara; dilihat secara sejajar dengan transformasi kreatif yang terjadi melalui acara Sharing Art dalam lingkungan budaya lain di dunia.

Akhir April 2002, saya mendapat kesempatan lagi untuk bertemu dengan Prof. Edi, namun kali ini di kantor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Depok. Saat itu saya menyampaikan niat saya untuk melamar pada program doktor di UI-Depok dan beliau bersedia menjadi mentor saya dalam proses persiapan pra-usulan penelitian disertasi.

Setelah memberi masukan pada beberapa versi draft, Prof. Edi menyarankan agar saya berkonsultasi dengan Prof. I Gusti Ngurah Bagus, pendiri Program Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana.

Betapa jelas ingatan awal Oktober 2002 ke rumah Prof. Bagus di Jalan PB Sudirman, Denpasar. Beliau mengajak saya duduk di ruang tamu, yang penuh dengan ratusan buku dan segunung disertasi calon doktor, untuk berdiskusi. “Ide yang menarik – ketuhanan dalam seni berkaitan dengan antarreligiositas dan antarkulturalitas di Samuan Tiga dan Tejakula, Bali.

“Bidang keahliannya Diane apa?”, cetus Ngurah Bagus bertanya. Saya menjawab: “Saya praktisi tari-gerak”. Prof. Bagus balik merespon: “Jalan yoga”. “Tidak pernah belajar yoga; jalan seni tari-gerak,” kata saya. “Jalan yoga,” katanya lagi.

“Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk pengumpulan dan analisis data?”, Prof. Bagus bertanya. Saya menjawab: “Bukan penelitian ‘tentang’ orang-orang, melainkan partisipatif yang berbasis praktek sebagai sebuah proses dimana masing-masing peserta acara pasamuan seni dapat ‘swa-reflektif’ sekaligus ‘belajar bersama’’”.

Menurut beliau, peneliti konvensional yang dibekali berbagai konsep serta teori kecenderungan jauh dari kehidupan masyarakat secara sosial. Namun, seorang praktisi kesenian, seperti saya, akan lebih mudah untuk bergaul melalui kehidupan kreatif sehari-hari. Saya disarankan untuk menelepon seminggu lagi untuk dapat informasi tentang proses melamar pada Program S3 Kajian Budaya di Unud.

Momen Kenangan Masa Perkuliahan

Tepat tanggal 2 Mei 2003, saya diterima sebagai karyasiswa Program S3 Kajian Budaya Unud angkatan 2003.

Sambutan dan sosialisasi mahasiswa baru diadakan akhir Agustus 2003 di gedung Pascasarjana. Seorang wartawan mengarahkan kameranya ke saya dan tiba-tiba saya sadar menjadi satu-satunya orang non-Indonesia di auditorium dan berkata: “Oh tidak ada hal istimewa, hanya berharap untuk menjadi bagian”.

Masa Perkuliahan S3 Kajian Budaya angkatan 2003 dimulai 1 September dengan jumlah 14 karyasiswa diantaranya adalah (secara urutan kelulusan): I Nengah Dasi Astawa (kini profesor di Undiknas dan Ketua Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII) yang selalu senyum lebar sambil berkata: “Hello Bu Diane” dan membuat suasana akrab.

Henricus Supriyanto (kini profesor di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya) yang pada awal berpikir saya pasti mengenal pakar tentang budaya Jawa berasal dari Amerika, Australia, dan Eropa. Ni Nyoman Sukeni (kini pensiunan, dulu dosen Fakultas Hukum Unud) yang sebagai koordinator kelas memastikan saya mahami tugas setiap minggu dan tidak bingung dengan perubahan jadwal.

I Nyoman Madiun (almarhum, dulu dosen senior dan Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bali) yang secara jelas mengaitkan tugas dengan penelitian untuk disertasi. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (dulu Bupati Kabupaten Gianyar; kini Wakil Gubernur Provinsi Bali) yang selalu dengan sopan berkata: “Selamat pagi Ibu Diane” dan sikap ikhlas ikut bersama-sama belajar.

I Ketut Surata (dosen STP Bali, kini Politeknik Pariwisata Bali) yang berjuang berkuliah sambil mengurus kehidupan keluarganya. Juga, Made Jiwa Atmaja (Lektor Kepala FIB Unud) yang sering bantu cari buku-buku oleh pemikir Indonesia.

Rasa bersyukur dapat menghadiri seminar mingguan selama satu bulan dengan Prof. Bagus sebelum beliau wafat. Salah satu sesi yang membekas kuat adalah ketika beliau mengatakan: “Permisi, Ibu Diane” kemudian dengan tegas kepada rekan-rekan calon doktor bahwa mereka, selaku cendekiawan asal Bali dan provinsi lainnya, harus menerbitkan artikel dan buku tentang budaya-budaya bangsa Indonesia agar sistem-sistem pengetahuan lokal, praktek, nilai, dan konsepnya menjadi sebuah kehadiran di ranah akademik dunia.

Promotor yang Sabar

Seberapa besar kesabaran Prof. I Wayan Ardika selaku promotor dan Prof. I Gde Parimartha (almarhum) serta Prof. Edi Sedyawati selaku ko-promotor tak mungkin bisa digambarkan selama bertahun-tahun saya menulis dan menulis ulang bagian dan bab-bab disertasi saya.

Yang jelas, mereka tidak pernah putus asa dalam membimbing meskipun saya kesulitan melunasi pembayaran biaya kuliah karena tidak dapat hibah apa pun; bahkan saya gagal Ujian Seminar Hasil sebab tidak memahami cara mengikuti pedoman penyusunan disertasi. Patut juga menyebutkan nama arsitek Prof. Sulistyawati, yang mengundang saya ke rumahnya dan menunjukkan cara sketsa merancang struktur bab-bab disertasi saya.

Tribut juga kepada staf administrasi atas kesabaran, malah ketika saya meminjam meja agar saya bisa secara manual memperbaiki 21 eksemplar disertasi; memotong satu halaman yang salah tempat dan menempelkan yang benar.

Akhirnya Ujian Promosi Doktor diadakan pada 25 Januari 2011; dipimpin oleh Direktur Program Pascasarjana Prof. AA Raka Sudewi dengan anggota panitia penguji Prof. Suastika, Prof. Ardika, Prof. Sedyawati, Prof. Parimartha, Prof. Putra Agung, Prof. Sulistyawati, Prof. Weda Kusuma, dan Prof. A.A.B. Wirawan.


Saya sangat terharu karena disaksikan oleh rombongan sesepuh kesenian dan adat; enam dari Desa Bedulu dan enam dari Desa Tejakula, Bali.

Sehari sebelum saya mencapai usia 50 tahun, pada 26 Februari 2011, untuk Wisuda ke-94 di Auditorium Kampus Unud Bukit Jimbaran saya diberi kursi ke-9 (sebelah Luh Riniti Rahayu kini menjadi dosen di Universitas Ngurah Rai dan A.A. Gede Oka Wisnumurti dulu Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Propinsi Bali, kini dosen di Universitas Warmadewa).

Ada 719 lulusan dari berbagai jurusan dan jenjang gelar, maka kami diperintahkan untuk gerak cepat saat naik di panggung. Rektor Prof. I Made Bakta menggeser rumbai topi wisuda di dahi saya, menjabat tangan saya dan berkata: “Selamat Dr Diane Butler, sebagai pertama karyasiswa asing yang meraih Ph.D. Kajian Budaya. Saya ingin Anda menjadi diplomat untuk Universitas Udayana.”

Astungkara! harapanku terkabul, telah menjadi bagian.


Suasana wisuda di Unud 2011.

Otodidak Bahasa, Pembicara Publik, dan Mitra Bestari

Lambat laun sejak tahun 2001, Bahasa Indonesia telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari (walaupun saya otodidak dan masih beraksen Amerika). Pada semester pertama, Prof. I Wayan Bawa (almarhum) sewaktu mengajar Filsafat Ilmu menyarankan: “Rileks saja, membuat sketsa, dan membiarkan kata-kata mengalir seperti hujan ke dalam benak Anda”.

Tentu saja mendengar paparan profesor-profesor tentang isinya mata kuliah, membaca teks akademik, dan proses transkripsi/terjemahan arsip sesi dialog srawung seni untuk appendiks disertasi sangat menambah kosakata saya (dan pemahaman).

Setelah wisuda, untuk lebih percaya diri, saya ke Balai Bahasa di Denpasar pada Desember 2016 untuk Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Syukurlah di UKBI sertifikat hasil skor tingkat Madya Atas.

Pada 11 Juli 2014, atas saran Wakil Rektor IV Prof. I Made Suastra, Rektor Prof. Ketut Suastika menetapkan SK tentang pengangkatan saya sebagai Lektor Kepala sukarela pada Program Studi Doktor Kajian Budaya dengan tugas-tugas: membantu mengajar/membimbing mahasiswa S3; memfasilitasi mitra kerjasama penelitian dengan pihak asing; dan memfasilitasi dialog antar budaya melalui kegiatan di kampus maupun di luar kampus Universitas Udayana.

Saya tidak pernah membayangkan bahwa setelah meraih Ph.D. Kajian Budaya akan semakin sering diundang sebagai Keynote atau Plenary Session Speaker untuk konferensi internasional yang diadakan di Indonesia dan diperkenalkan sebagai presenter asal Amerika Serikat yang berbicara bahasa Inggris dan Indonesia.

Juga, menulis berbahasa Indonesia sebuah artikel di jurnal ‘peer-reviewed’ dan satu bab dalam sebuah buku; dan mengabdi sebagai anggota dewan penelaah akademik pada Jurnal Kajian Bali dan E-Journal of Cultural Studies (Universitas Udayana), Kawistara Jurnal Sosial dan Humanoria (Universitas Gadjah Mada), Javanologi: International Journal of Java Studies (Universitas Sebelas Maret), LEKESAN Interdisipliner Journal of Asia Pacific Arts and Mudra Journal of Art and Culture (Institut Seni Indonesia-Denpasar), dan International Journal on Interreligious & Intercultural Studies (Universitas Hindu Indonesia). Jadi, setiap saat saya dapat membaca sekaligus menambah ilmu!

Sungguhlah suatu penghormatan sewaktu Direktur Jenderal Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid, meminta bantuan saya untuk menyempurnakan versi Bahasa Inggris Keynote Speech oleh Presiden Ke-5 RI Ibu Megawati Soekarnoputri untuk Pembukaan 2nd World Culture Forum (WCF) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan UNESCO di Bali Nusa Dua Convention Center pada 10–14 Oktober 2016.

Rasa syukur pula bahwa artikel saya “Living Prayer: Its Contributions for the World’s Ecosystems and Interreligious Harmony”, yang diterbitkan pada Jurnal Kajian Bali, Vol. 6, No. 1, April 2016
( https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/19900 ), telah dipilih untuk diterbitkan pada website WCF.



Diane Butler & Suprapto Suryodarmo dalam Umbul Donga Krobongan: Kamajaya & Kamaratih
Srawung Cipta Seni Sembah ke-2 pada hari Tumpek Krulut, 31 Januari 2015 di Goa Gajah, Bali.



Tahun lalu di UNUD, saya dipercaya untuk membantu menyempurnakan bahasa pada artikel “The Spell of British Cultural Studies and Udayana School of Kajian Budaya: Methods and the Influence of Critical Theory and Postmodernism” yang ditulis oleh Koordinator Program Studi S3 Kajian Budaya Prof. A.A. Ngurah Anom Kumbara, alumnus Gede Ginaya dan Mayske Rinny Liando, serta dosen A.A. Sagung Kartika Dewi dan Nanang Sutrisno.

Yang menarik, ternyata itu kesempatan untuk saya membaca sumber asli yang kental ide-ide para pemikir yang buku-bukunya paling sering menjadi referensi paradigm-paradigm Cultural Studies; nama-nama terkenal, seperti Horkheimer, Habermas, Derrida, Foucault, Baudrillard, Barthes, Richard Hoggart, Raymond Williams, E.P. Thompson, dan Stuart Hall.

Proses mengedit artikel tersebut buat saya lebih-lebih yakin bahwa, berdampingan dengan anekaragam formasi-formasi Cultural Studies yang telah tumbuh dan berkembang di dunia sejak tahun 1960-an – seperti mazhab Birmingham di Inggris, mazhab Frankfurt di Jerman, atau mazhab pemikiran lain di Perancis, Amerika, Australia, Asia, Afrika, and Amerika Latin – pendekatan Kajian Budaya mazhab Udayana di Bali yang diprakarsai oleh almarhum Prof. I Gusti Ngurah Bagus bersama rekan-rekan di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Udayana tahun 1996 memang telah menjadi sebuah kehadiran penting di ranah akademik dunia.

Yang kita semua harapkan, prestasi Unud ini sebagai tempat lahir pertama program studi Kajian Budaya di Indonesia, dengan ciri khasnya, akan berlanjut melalui pikiran, tulisan, dan praktek-praktek alumni berikutnya yang akan mengamalkan ilmu yang didapatkannya bagi kesejahteraan masyarakat dan bumi ini di masa depan.


Email: dianecarolbutler@gmail.com
Disertasi: Abstract and summary published in E-Journal of Cultural Studies, Vol. 5, No. 2, Juli 2011. http://ojs.unud.ac.id/index.php/ecs/article/view/3643/2672