Kabar Alumni, Dr. Drs. I Nyoman Suaka, M.Si.: Kajian Budaya Membela yang Tak Berdaya
Dr. Drs. I Nyoman Suaka, M.Si.
Angkatan : Tahun 2007
Afiliasi : IKIP Saraswati Tabanan
Disertasi : Representasi Budaya Populer dalam Sinetron Sitti Nurabaya Tayangan TVRI dan Trans TV
Ketika mau melanjuktan studi magister (S2), saya sempat galau. Beberapa teman menyarankan agar saya mengambil studi yang linear, agar tidak timbul masalah di kemudian hari.
Linearitas, di era tahun 1990-an ramai diperbincangkan. Salah memilih prodi dapat menghambat karier sebagai dosen dalam kenaikan jabatan fungsional.
Ketika itu di Universitas Udayana sudah dibuka program S2 Linguistik yang relevan dengan studi saya sebelumnya, S1 Sastra Indonesia. Namun, pilihan sesuai hanura (bukan partai tetapi hati nurani), jatuh pada program studi Kajian Budaya Universitas Udayana. Pertimbangannya sederhana, sastra termasuk budaya.
Diskusi Ramai
Ketika kuliah, sempat galau lagi. Disiplin ilmu mahasiswa S2 Kajian Budaya multi-talenta, sehingga selalu ramai saat diskusi di kelas. Mereka menganalisis masalah dari perspektif ilmu masing-masing. Ada teknik, ekonomi, hukum, sastra, antropologi, pendidikan, pertanian, agama. Hal ini berlanjut ketika studi S3 tahun 2007 sehingga diskusi-diskusi semakin bergairah.
Sepintas dari kuliah-kuliah yang diampu para guru besar dan doktor dari Unud dan luar Unud, diperkenalkan teori-teori kontemporer.
Ketika S1 di Fakutas Sastra Unud, diberikan teori-teori struktural dan sedikit perkembangan teori-teori era modern. Ketika S2 dan S3 Kajian Budaya, mahasiswa diarahkan agar mengritisi teori-teori struktural fungsional dengan teori-teori poststruktural, postmodern, dan postkolonial.
Mahasiswa mulai diajak menggoyang kemapanan teori-teori sebelumnya. Kajian budaya seakan-akan membela yang tak berdaya, kaum marginal, petani/nelayan, kelompok etnis, minoritas, seni tato, sastra pop, film, video, pengemis, dan bahkan kaum homo.
Bidang-bidang itu merupakan sirkuit budaya yang wajib diperjuangkan. Dalam riset-riset sebelumnya, hal tersebut jarang disentuh dan tabu untuk dibicarakan.
Bersyukur pula dari kemampuan saya yang terbatas akhirnya tesis tentang kawin campur dalam teks sastra dan disertasi tentang ideologi budaya populer dalam sinetron (2011) berhasil diselesaikan. Kedua topik tersebut tetap mempertahankan bidang ilmu S1, seperti arahan promotor. Kalau demikian, kejutan apa yang diperoleh setelah studi di Prodi Kajian Budaya dalam hal riset?
Kajian sastra di program S1, umumnya bersifat studi perpustakaan. Membahas teks dan sedikit konteks. Paradigma ini, karena melihat karya sastra sebagai teks yang bersifat otonom dan mandiri. Tidak perlu dikaitkan dengan dunia luar (ekstrinsik). Pandangan tersebut merupakan penerapan teori stuktural.
Setelah studi lanjut, saya melihat kajian struktur itu membuat karya sastra tidak bergerak (mati) alias “jalan di tempat.” Mungkin hal ini salah satu sebab, sastra menjadi sesuatu yang marginal dan terpinggirkan. Kondisi ini kemudian dikritisi dengan pendekatan kritis yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Budaya Pop
Disertasi saya tentang kajian budaya pop. Dasar pijakannya, tetap bertahan sastra berupa novel. Sejumlah ilmuwan, baik yang menganut dan menentang kajian budaya menilai kajian budaya merupakan budaya pop itu sendiri (McGuigan, 1992).
Berangkat dari pernyataan itu, saya fokus dengan kajian budaya pop. Secara garis besar kajian budaya pop meliputi analisis tekstual, kajian khalayak dan kajian ekonomi politik.
Analisis tekstual novel Sitti Nurbaya sebagai karya sastra cukup rumit. Lebih rumit lagi karena disertasi saya menyangkut teks audiovisual sinetron Sitti Nurbaya dua versi tayangan TVRI dan Trans TV.
Usaha korespondensi dengan Direktur Utama TVRI waktu itu, berhasil. Dokumen berupa DVD sinetron Sitti Nurbaya tayangan TVRI dalam waktu singkat sudah saya kantongi berkat kebaikan pihak TVRI pusat Jakarta.
Untuk tayangan Trans TV saya unduh dari you tube. Dokumen itu pun hasil tayangan Sitti Nurbaya di TV 3 Malaysia. Setelah teks disusul dengan kajian khalayak pemirsa sinetron. Respon khlayak ini saya dapatkan dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin Jakarta yang memiliki data cukup melimpah.
Selain diperoleh dari surat menyurat dengan biaya murah, saya juga berkunjung ke lembaga tersebut untuk melengkapi data. “Sambil menyelam minum air dan menangkap ikan.” Ungkapan klasik itu saya terapkan di Jakarta pertengahan Juli 2009 ketika mencari data.
Studi pustaka di Pusdok Sastra, HB Jassin, wawancara dengan Publik Relation Trans TV, Hilmy Andrianto, wawancara dengan sastrawan Putu Wijaya dan sastrawan Taufik Ismail. Sastrawan Putu Wijaya kelahiran Puri Anom Tabanan ini saya pikir paling pas sebagai narasumber, bukan karena satu daerah dengan saya. Beliau selain sebagai sastrawan produktif, juga sebagai sutradara, penulis skenario, aktor dan pemain teater.
Wawancara dengan Taufik Ismail, tidak berlangsung di Jakarta, justru di Denpasar. Peraih Doktor Honoris Causa bidang Pendidikan Sastra dari Universitas Negeri Yogjakarta ini, mengecam sinetron yang menyimpang dari novel Sitti Nurbaya.
Ternyata dari hasil wawancara dan kajian khalayak, saya seakan-akan diarahkan untuk tahap ke kajian ideologi media, ekonomi dan politik budaya pop.
Di akhir studi S3, saya dilibatkan dalam riset kajian media dan budaya mengenai filmisasi sastra dalam televisi swasta nasional bersama Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U, Prof, Dr. I Made Suasttika, S.U. dan Dr. I Gede Mudana, M.Si. Kajian budaya melihat budaya populer sebagai objek kajian yang sangat menarik dan menantang.
Budaya pop yang berkembang melalui media massa menghasilkan praktek-praktet produksi makna yang beragam. Dalam budaya pop, terselubung nilai, ideologi, subordinasi, reperesentasi, dan eksisitensi kekuasaan, ekonomi, politik sangat berperan.
Program-program televisi, berita, sinetron, iklan, olah raga, menjadi media penyalur berbagai kepentingan, kekuasaan, nilai-nilai, ideologi, politik dan sebagainya.
Kaji Sinetron
Kajian media dan budaya tersebut, saya kupas dalam disertasi saya yang berjudul “Representasi Budaya Populer dalam Sinetron Sitti Nurbaya Tayangan TVRI dan Trans TV”. Sinetron Sitti Nurbaya dalam kajian budaya pop menghasilkan distorsi, dekontruksi dan apresiasi teks.
Sinetron Siti Nurbaya
Dalam perspektif estetika postmodern, sinetron dua versi tersebut menghasilkan pastiche, parodi, camp, kitch, dan skizofernia. Dengan demikian, kajian semakin utuh, walaupun di sana sini nya banyak mengandung kelemahan. Setelah diedit, disertasi tersebut kemudian ditebitkan menjadi buku, Sastra Sinetron dalam Ideologi Budaya Populer, penerbit Udayana University Press (2013).
Kalau dikaji lebih seksama, ranah kajian budaya mirip dengan misi para cendekiawan pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Membela dan memberikan pendampingan pada mereka yang lemah, dan tidak berdaya.
Kajian budaya menolak narasi-narasi besar dan hegemoni kekuasaan dalam berbagai bentuknya. Tujuannya adalah proyeksi multikultural, menghargai sesama, toleransi, merayakan perbedaan dan membangkitkan kebudayaan minoritas yang terpinggirkan oleh kebudayaan dominan.
Kajian Budaya bukan sekadar studi budaya. Kajian Budaya kini berkembang pesat. Universitas Udayana merupakan lembaga pertama di Indonesia (tahun 1996) yang menampung mahasiswa Kajian Budaya dengan membuka program studi S2 dan S3.
Tahun-tahun berikutnya menyusul Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia membuka program sejenis. Saya bersyukur dan berbangga menjadi alumni Kajian Budaya Unud.
Kuliah selama 3.5 tahun menempuh S3, rasanya belum cukup waktu. Tapi tidak ingin juga dicap sebagai mahasiswa gagal fokus. Kegalauan memilih prodi, akhirnya pas di hati karena sertifikasi dosen (serdos) yang saya terima tercantum sebagai dosen Kajian Budaya.
Terus Diasah
Bidang yang saya geluti ini terus diasah dengan menulis artikel, buku, seminar, dan membuat proposal hibah penelitian.
Berkat studi bidang kajian budaya, saya mengusulkan proposal hibah penelitian kompetitif kepada Dirjen Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti. Proposal hibah tentang budaya pop itu dinyatakan lolos. Penelitian tersebut di monitoring dan dievaluasi (monev) di akhir tahun.
Penelitian berlangsung seperti yang diharapkan karena didukung dana dari Kemenristekdikti. Riset tidak hanya setahun, tetapi tiga tahun berturut-turut (2015, 2016, 2017) dengan dana yang cukup memadai.
Terima kasih para mahaguru di prodi Kajian Budaya Unud. Terima kasih Kemenristekdikti dan pihak-pihak yang terkait.
Salam Kajian Budaya.
I Nyoman Suaka, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Saraswati
Email: suakanyoman@gmail.com
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA