Kabar Alumni, Prof. Dr. I Ketut Suda, M.Si.: Lika-Liku Belajar Budaya dan Praktik Pemaknaan sebagai Konsep Kunci Ilmu Kajian Budaya

`

Prof. Dr. I Ketut Suda, M.Si

Angkatan : 2005

Afiliasi      : Universitas Hindu Indonesia, Denpasar

Disertasi  : Merkantilisme Pengetahuan dalam Bidang Pendidikan: Studi Kasus di SD Melati Sukma Denpasar


Berbekal pengetahuan S-1 Program Studi PPKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Udayana (sekarang Undiksha, Singaraja) lulusan tahun 1986, dengan sikap sedikit agak ragu saya memberanikan diri untuk mengambil Program S-2 (Magister) Kajian Budaya, Universitas Udayana tahun 1996.


Di awal belajar teori-teori Kajian Budaya bagi saya memang sangat membingungkan, apalagi pada saat itu, saya termasuk angkatan pertama untuk Program Magister Kajain Budaya Unud yang dirintis oleh Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus yang sangat visioner dan memiliki spirit, ambisi, dan vitalitas yang luar biasa untuk memajukan Program Magister Kajian Budaya.


Selain basic teori-teori yang saya pelajari waktu di S-1 sangat jauh dari spektrum teori-teori Sosial Kritis, juga saat itu referensi terkait dengan teori-teori kajian budaya masih sangat langka keberadaannya. Akan tetapi, saya tetap berupaya sekuat tenaga dan pantang menyerah dan terus berusaha, akhirnya saya berhasil menyelesaikan studi Magister saya di tahun 1999.

 

Tamat S-2, Menunggu Pembukaan S-3

Setelah  behasil menyelesaikan studi Magister (S-2) Kajian Budaya pada tahun 1999, untuk sementara waktu saya memilih istirahat dulu (dalam arti tidak langsung melanjutkan ke Program Doktor). Alasannya, saya masih menunggu dibukanya Program S-3 Kajian Budaya di Universitas yang sama.


Setelah pembukaan Program S-3 Kajian Budaya pada tahun ajaran 2003/2004 di Universitas Udayana, saya pun belum berani melangkah untuk mengikutinya, sebab anak-anak saya juga sedang mengikuti pendidikan SMA (anak pertama) dan masih SD (anak kedua) yang tentu juga membutuhkan biaya, sementara secara ekonomi saya berada pada posisi yang subordinat.


Akhirnya, pada tahun 2005 baru saya berani mencoba ikut tes masuk ke Program Doktor Kajian Budaya, Universitas Udayana Denpasar, dan astungkara, bisa lulus dengan bantuan beasiswa BPPS.


Meski basic ilmu S-2 saya adalah kajian Budaya, tetapi karena pada tahun-tahun tersebut teori-teori kajian budaya belum begitu populer seperti sekarang, ditambah lagi terbatasnya sumber bacaan yang bisa diakses saat itu, membuat saya juga sedikit kebingungan untuk mencari isu menarik untuk diangkat menjadi sebuah karya disertasi.


Namun, atas bimbingan dan arahan Bapak Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmadja, M.A., saya kemudian disarankan untuk mengangkat isu tentang kapitalisasi pendidikan, dan untuk selanjutnya beliau saya mohon untuk berkenan menjadi Promotor, dengan Ko-promotor I adalah Prof. Dr. Wayan Ardika, M.A., dan Ko-promotor II adalah Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.


Kapitalisasi Pendidikan

Atas bimbingan beliau-beliau itu, saya kemudian mengangkat isu tentang kapitalisasi pendidikan dengan judul disertasi ’’Merkantilisme Pengetahuan dalam Bidang Pendidikan: Studi Kasus di SD Melati Sukma Denpasar’’.


Minat saya untuk mengkaji persoalan ini, menjadi semakin kuat sebab menurut Barker (2000:11) dalam konteks materialisme dan reduksionisme, perhatian kajian budaya lebih tertuju pada persoalan ekonomi industri modern dan budaya media yang terorganisir dalam sistem kapitalisme, di mana representasi diproduksi oleh berbagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan.


Melihat fenomena tersebut, naluri kajian budaya saya lalu mulai menggeliat, dan mencoba berusaha menembus cakrawala materialisme dan reduksionisme yang terjadi dalam dunia pendidikan dengan spekturum teori-teori kajian budaya (cultural studies). Persoalan ini sebelumnya sudah pernah disinggung oleh Yasraf Amir Piliang dalam bukunya, ’’Dunia yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan, 2004:355—371).


Menurut Piliang (2004:355) masuknya sistem kapitalisme ke dalam dunia pendidikan telah menciptakan sebuah kondisi bertautnya logika pendidikan dengan logika kapitalisme (logics of capitalism).


Pendidikan kemudian menjelma menjadi sebuah mesin kapitalisme (capitalis machine), yakni mesin untuk mencari keuntungan. Dengan kata lain di era kapitalisme global sekarang ini pendidikan acapkali dipandang sebagai alat kebenaran untuk mencari keuntungan.


Akhirnya, dengan kajian kritis yang saya lakukan terhadap kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan, berhasil mengantarkan saya untuk meraih gelar Doktor dalam bidang Ilmu Kajian Budaya pada tahun 2009 tepatnya pada bulan April.


Terima Kasih Atas Bekal Teori

Untuk itu melalui kesempatan ini, kepada para guru saya, baik di Program Magister Kajian Budaya maupun di Program Doktor Kajian Budaya UNUD, utamanya Prof. Dr. I Negah Bawa Atmadja, M.A; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A, Prof. Dr. I Gede Parimartha, M.A. dan para guru besar lainnya.


Pada mereka saya berhutang-budi karena telah memberikan saya bekal berbagai ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan teori-teori yang berparadigma kritis, serta kepada para pimpinan Program Pacasarjana, terutama para pimpinan di Progaram Magister dan Doktor Kajain Budaya (sekarang telah berapiliasi ke FIB, UNUD), saya menyampaikan doa dan ucapan terima kasih yang setingggi-tingginya.


Riset ke India, Guru Besar, Karya Buku

Atas bimbingan dan arahan yang beliau berikan itu pula, saya bisa mengikuti Program Posdoktoral and Sandwich Program for Research on Hindu Tradition and History India, yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, dari 15 Februari sampai 15 Mei 2013.





Setelah selesai mengikuti program postdoktor di India selama tiga bulan, lagi-lagi saya mengucap rasa Puja dan Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) karena atas tuntunan dan anugerah Beliau, SK Guru Besar saya dalam bidang ilmu ’’Sosiologi Pendidikan’’ turun terhitung mulai 1 September 2013.


Beberapa buku yang berhasil saya terbitakan, terutama yang berbasis research adalah (1) Anak dalam Pergulatan Industri Kecil & Rumah Tangga di Bali (2008; Yogyakarta: Aksara Indonesia); (2) Merkantilisme Penegetahuan dalam Bidang Pendidikan (2009; Surabaya: Paramita); (3) Kastanisasi Pendidikan Ketika Pelajaran Agama Terpinggirkan (2017; Program Pascasarjana, UNHI, bekerja sama dengan PT Percetakan Bali; (4) Membentuk Karakter Anak Melalui Seni Melukis, Studi Analisis pada ’’I Wayan Gama Painting School’’ di Desa Keliki, Tegallalang, Gianyar; (2018; PT Japa Widya Duta bekerja sama dengan Program Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia, Denpasar); (5) Penanggulangan Sampah Plastik pada Upacara Piodalan di Pura Besakih Perspektif Sosio-Ekologi (2019; Penerbit, UNHI Press); (6) Modernisasai Pertanian: Perubahan Sosial, Budaya, dan Agama (2020; Penerbit UNHI PRESS); (7) Merdeka Belajar Konsep dan Implementasinya pada Sekolah Menengah Atas (2022; Denpasar: Sarwa Tattwa Pustaka, Denpasar).


Akhirnya, melalui kesempatan ini saya juga menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu proses studi saya sampai selesai dan bisa mendukung saya sampai ke jenjang ini. Matur Suksma.