Prodi S3 Kajian Budaya Gelar Kuliah Tamu, Budaya Kawi Kosmopolit, Berkembang Terus di Era Digital

`

Budaya kawi yang sering diasosiasikan secara sempit sebagai Bahasa Jawa Kuno sering dianggap ketinggalan zaman, dan tidak relevan dewasa ini. Kenyataannya, budaya kawi hidup terus, buktinya wujud budaya kawi dengan mudah bisa dijumpai dalam media sosial sebagai produk era digital.


Selain banyak naskah lontar berbahasa kawi yang sudah hadir dalam wujud digitalissi, aksara Kawi sudah masuk ke dalam standar Unicode 2022, sehingga memungkinkan untuk diciptakan font-font khusus untuk aksara Kawi.


Dr. Wayan Jarrah Sastrawa, ahli sejarah Bali kuno.


Demikian disampaikan Dr Wayan Jarrah Sastrawan, peneliti post-doktoral di École française d’Extrême-Orient (Paris & Jakarta), dalam Kuliah Tamu bertajuk “Makin Lama Makin Baru, Budaya Kawi di Era Digital” yang dilaksanakan oleh Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Universitas Udayana, secara daring, Senin, 14 Agustus 2023.


Seminar yang dipandu mahasiswa S3 Kajian Budaya Cok Puspawati Nindia itu diikuti 25 orang mahasiswa S3 Kajian Budaya dan dosen serta umum. Rekaman webinar bisa disimak dalam kanal Youtube: https://youtube.com/live/NI79J77cO3k?feature=share


Peserta merasa sangat puas dengan acara yang membahas topik budaya kawi. Berdasarkan survei yang diisi oleh peserta, sebanyak 62,1% mengatakan keseluruhan acara 'baik sekali' sisanya mengatakan 'baik'.




Hasil survei lainnya disampaikan di bawah.


Dalam sambutan pembukaannya, Korprodi S3 Kajian Budaya FIB Unud Prof. I Nyoman Darma Putra menyampaikan Kuliah Tamu ini dilaksanakan karena dua alasan. Pertama, menyambut pelaksanaan International Kawi Festival di FIB Unud 24-27 Agustus 2023. Kedua, untuk memperluas wawasan mahasiswa dan dosen Prodi S3 Kajian Budaya dan peserta umumnya dalam bidang subjek baru ‘budaya kawi’.


“Selama ini, yang biasa kita kenal adalah Bahasa kawi yang dianggap nama lain dari Jawa Kuno. Ternyata kini ada terminologi baru untuk menaungi subjek baru yaitu budaya kawi,” ujar Prof. Darma Putra.


Saatnya mahasiswa Kajian Budaya memperdalam budaya marginal untuk dieksplorasi secara kritis.





Budaya Kosmopolit 


Dalam presentasinya, Dr, Jarrah menyampaikan bahwa  budaya kawi bukanlah milik satu etnis saja, tetapi ditemui di berbagai etnis dan suku bangsa. “Di Jawa Barat, jawa Tengah, Bali… tradisi budaya kawi nyata ada, jadi budaya kawi itu kosmopolit,” ujar Jarrah.


Menurut Jarrah budya kawisudah hadir dan memberikan pengaruh pada budaya Indonesia, seperti terlihat dari nama Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berasal dari karya sastra kawi, walau dalam pemakaian selogan konteksnya berbeda.




Menjawab pertanyaan, Jarrah juga menyatakan ketertarikannya untuk meneliti lebih jauh tentang budaya kawi di Lombok dan Sulawesi, dan di daerah lain di Indonesia. 


“Fakta menunjukkan Bahasa Melayu juga hadir dalam prasasti Candi Sewu bagian dari budaya kawi, tanpa bermaksud menyampaikan budaya Indonesia identik dengan budaya kawi, karena berbeda dari satu tempat ke tempat lain,” ujar Jarrah menunjukkan ciri kosmopolit budaya kawi.


Di Sulawesi disebutkan Lontara, itu jelas berasal dari Bahasa Jawa Kuno. Ini bukti lagi tentang bagaimana budaya kawi merupakan budaya kosmopolit, menyeberang dari satu tempat ke tempat lain dan menyebrang lautan. 


Terdapatnya banyak teks kawi dalam platform digital memudahkan peneliti dan generasi muda untuk menekuni. Walau disampaikan bahwa cukup besar tantangan untuk menarik minat generasi muda untuk mempelajari budaya kawi.


Dalam tanya jawab, peserta seperti Prof. Dr. I Nyoman Suarka menyampaikan terima kasihnya kepada Jarrah dan tim yang melaksanakan International Kawi Festival yang telah membangkitkan Bahasa Jawa Kuno dan Budaya Kawi. 


Menurutnya, di kalangan masyarakat dan akademisi, bahasa Jawa Kuno itu dianggap sebagai Bahasa Jawa, padahal Jawa Kuno di sini adalah bahasa kawi. Prof. Suarka cenderung menggunakan kawi daripada Bahasa Jawa Kuno.


Untuk itu, disampaikan perlunya mendefinisikan jangkauan atau ‘frame’ budaya kawi dalam sastra, dalam budaya, dan dalam aksara.


“Ini bagus sekali, dan mohon tim memperjuangkan agar lulusan Prodi Jawa Kuno satu-satunya di dunia bisa diakui,” ujar Prof. Suarka, Korprodi Jawa Kuno FIB Unud.


Wayan Jarrah menyetujui bahwa batas-batas budaya kawi dan genre apa saja yang masuk dan sejauh mana dan ciri apakah sesuatu bisa masuk budaya kawi? “Ini PR yang penting sekali, agar konsep budaya kawi didefinisikan dengan baik, kalua tidak jelas tidak akan berguna. Sementara belum ada jawaban lengkap sejauh ini,” ujar Jarrah.


Kesan-kesan


Menurut Nuning Pratiwi, mahasiswa S3 Doktor Kajian Budaya, webinar dengan tema: Makin Lama Makin Baru, Budaya Kawi di Era Digital yang disampaikan oleh narasumber Wayan Jarrah Sastrawan, Ph.D, sangat menarik dan memberikan insight yang eksploratif terkait dinamika Budaya Kawi di Era Digital. 


“Hal-hal yang detail komprehensif disampaikan secara lugas oleh narasumber, sehingga antusias partisipan sangat baik dalam sesi diskusi. Terimakasih telah melaksanakan webinar positif ini, harapannya agar kegiatan ini menjadi sustainable activity untuk menciptakan academic atmosphere,” ujar Nuning yang sehari-hari menjadi dosen di Undiknas University Denpasar.


Peserta lain menyampaikan bahwa budaya kawi sebetulnya bagian dari kehidupan kita dewasa ini, jadi bukan hal yang kuno. 


“Lihat saja nama-nama anak-anak muda sekarang, banyak yang memakai istilah Jawa Kuno. Suami istri baru membuka kamus Jawa Kuno untuk mencari inspirasi penamaan anak-anak mereka,” ujar Cok Puspawati Nindia.


Profil Narasumber


Dr Wayan Jarrah Sastrawan adalah seorang sejarawan di bidang sejarah Indonesia kuno. Ia telah meraih gelar Doktor (S3) di bidang Kajian Sejarah Asia di University of Sydney pada tahun 2021. Saat ini ia bekerja sebagai peneliti post-doktoral di École française d’Extrême-Orient (Paris & Jakarta), serta peneliti terafiliasi di University of Sydney (Australia). Ia tertarik pada penggalian ulang sumber dalam bahasa daerah dan bahasa kuno di Indonesia demi pemahaman baru tentang sejarah. 


Karyanya terbit di berbagai jurnal internasional, termasuk Journal of Global History, History & Theory, Bijdragen dan Indonesia. Buku terbarunya sedang dalam tahap persiapan di Oxford University Press. Ia telah menyebarkan hasil penelitiannya dalam bentuk ceramah umum, seminar, podcast dan wawancara radio, serta melalui profil sosial media yang aktif. 


Penelitiannya yang terkini berfokus pada perkembangan lembaga sosial dan pembentukan negara di Jawa kuno dari abad ke-8 sampai dengan abad ke-10, dengan dukungan proyek DHARMA yang didanai oleh European Research Council. Informasi lebih lanjut bisa ditemukan di situs https://wayanjarrah.com


Seminar berlangsung menarik selama dua jam penuh diwarnai dengan tanya-jawab yang penuh kualitas (dp)